Revisi UU Haji: Atasi Antrean Panjang dan Perkuat Kelembagaan
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, mendorong revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk mengatasi masalah antrean panjang dan memperkuat kelembagaan penyelenggaraan haji.
Anggota DPR RI mendorong revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Hal ini disampaikan Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, yang menilai UU tersebut sudah tidak relevan dengan penyelenggaraan haji saat ini. Pernyataan ini disampaikan dalam Diskusi Publik yang digelar DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Rabu lalu. Dasopang menekankan perlunya revisi untuk mengatasi sejumlah permasalahan krusial dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Menurut Marwan Dasopang, UU yang berlaku saat ini gagal menjawab kebutuhan penyelenggaraan haji masa kini. Ia mencatat beberapa poin penting yang perlu direvisi, termasuk masalah kelembagaan, penyelenggaraan, dan proses ibadah haji itu sendiri. Dasopang memberikan contoh nyata, seperti masa tunggu haji di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang mencapai 49 tahun. Ini menunjukkan urgensi revisi UU untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Dasopang juga menyoroti pentingnya revisi untuk mengatasi masalah antrean panjang calon jemaah haji di Indonesia. Ia menekankan bahwa UU yang direvisi harus mampu memberikan solusi konkret untuk mengurangi masa tunggu yang sangat lama, bahkan hingga puluhan tahun. Kondisi ini, menurutnya, membuat banyak calon jemaah haji kehilangan harapan untuk menunaikan ibadah suci tersebut.
Kelembagaan Penyelenggaraan Haji
Marwan Dasopang mengusulkan agar revisi UU Haji menegaskan tanggung jawab penyelenggaraan haji berada di bawah Badan Pengelola Haji (BPJ) atau bahkan diangkat menjadi kementerian tersendiri. Ia berpendapat bahwa Kementerian Agama, yang saat ini juga menangani urusan lain seperti bimbingan masyarakat (bimas) dan pendidikan agama, tidak lagi ideal untuk mengelola penyelenggaraan haji secara optimal.
"Kalau menterinya masih bergabung dengan yang lain, memang akan ada yang tertinggal. Kalau tidak hajinya yang tertinggal, bisa pendidikannya, bisa bimasnya yang tertinggal. Maka kesimpulannya, yang tidak relevan kelembagaan, harus ada satu lembaga yang menangani," ujar Marwan Dasopang.
Menurutnya, pemisahan lembaga ini penting agar penyelenggaraan haji mendapat fokus dan perhatian yang lebih maksimal. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan penyelenggaraan haji di Indonesia.
Penyelenggaraan Haji dan Antrean Panjang
Masalah antrean panjang menjadi sorotan utama dalam diskusi revisi UU Haji. Marwan Dasopang mencontohkan kasus di Bantaeng, Sulawesi Selatan, di mana masa tunggu haji mencapai 49 tahun. Kondisi ini jelas memprihatinkan dan membutuhkan solusi segera.
Revisi UU Haji, menurut Dasopang, harus mampu memberikan solusi untuk mengatasi masalah antrean panjang ini. Ia juga menyarankan agar pemanfaatan kuota haji dari negara sahabat diatur dalam UU yang direvisi untuk membantu mengurangi antrean panjang di Indonesia.
Dengan demikian, revisi UU Haji diharapkan dapat memberikan solusi yang komprehensif, tidak hanya mengatasi masalah antrean panjang, tetapi juga memperkuat kelembagaan penyelenggaraan haji agar lebih efektif dan efisien.
Pemanfaatan Kuota Haji Negara Sahabat
Salah satu solusi yang diusulkan Marwan Dasopang untuk mengatasi antrean panjang adalah dengan mengatur pemanfaatan kuota haji dari negara sahabat dalam UU yang direvisi. Hal ini dinilai penting untuk mempercepat proses pemberangkatan jemaah haji Indonesia.
Dengan adanya pengaturan yang jelas dalam UU, diharapkan pemanfaatan kuota haji dari negara sahabat dapat dilakukan secara terstruktur dan terarah, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi calon jemaah haji Indonesia yang telah lama menunggu giliran keberangkatan.
Pengaturan ini juga perlu mempertimbangkan aspek keadilan dan transparansi agar tidak menimbulkan permasalahan baru dalam proses penyelenggaraan haji.
Revisi UU Haji diharapkan dapat memberikan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada, termasuk masalah antrean panjang dan kelembagaan. Dengan demikian, penyelenggaraan ibadah haji dapat berjalan lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia.