Revisi UU Haji: DPR Usul Batas Usia Pembimbing Jamaah Diatur
Anggota Komisi VIII DPR RI mengusulkan revisi UU Haji untuk mengatur batas usia pembimbing jamaah, demi pelayanan haji yang lebih optimal, menyusul temuan pembimbing yang lebih tua dari jamaah.
Jakarta, 18 Februari 2024 - Anggota Komisi VIII DPR RI, Ina Ammania, mengusulkan agar revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur batas usia pendamping dan pembimbing jamaah haji. Usulan ini muncul setelah ia menemukan kasus di mana pembimbing haji berusia lebih tua dari jamaah yang dibimbingnya.
Perlunya Batasan Usia Pembimbing Haji
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI bersama Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Ina Ammania menekankan pentingnya pengaturan batas usia ini dalam UU. Ia menjelaskan, "Tentu harus dimaktubkan dalam UU, batas usia untuk pendamping dan pembimbing." Alasannya, pembimbing yang lebih muda secara fisik lebih mampu membantu jamaah haji yang umumnya berusia lanjut.
Pengalaman Ina menunjukkan adanya ketidaksesuaian usia antara pembimbing dan jamaah. Ia menceritakan, "Pada saat itu saya tanya, ini yang mana (jamaah) hajinya. Usianya berapa, usianya 65 tahun. Nah pendampingnya mesti anaknya atau yang lebih muda. Umur di bawah itu, umur 50 tahun, 40 tahun. Ternyata, yang saya tanya (jamaah haji usia 65 tahun), usia pendampingnya 76 tahun."
Menurutnya, pendamping yang lebih muda secara fisik dan stamina lebih mampu membantu jamaah mengatasi berbagai kendala selama di Tanah Suci. Ini penting mengingat jamaah haji seringkali membutuhkan bantuan ekstra karena usia dan kondisi fisik mereka.
Kesehatan Pembimbing: Aspek Penting Lain
Selain usia, Ina juga menyoroti pentingnya pengaturan syarat kesehatan pembimbing dan pendamping haji dalam revisi UU. Kondisi kesehatan yang prima sangat dibutuhkan untuk memastikan pembimbing dapat menjalankan tugasnya dengan optimal dan memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah.
Ia berharap FK KBIHU dan IPHI dapat memberikan masukan terkait hal ini dan aspek lain yang perlu diatur dalam revisi UU. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di masa mendatang. Ina menambahkan, "Jadi yang saya ingin itu masukan, seperti perlindungan jamaah. Jadi saya belum mendengar masukan terkait dengan hal itu. Di sini saya membaca hanya tentang bagaimana organisasi IPHI ini diakui keberadaannya."
Masukan dari Stakeholder
Usulan Ina Ammania ini membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang bagaimana memastikan pelayanan haji yang optimal. Peran pembimbing dan pendamping haji sangat krusial dalam membantu jamaah menjalankan ibadah dengan lancar dan nyaman. Oleh karena itu, pengaturan yang jelas terkait usia dan kesehatan mereka dalam UU menjadi sangat penting.
Dengan adanya pengaturan yang komprehensif, diharapkan revisi UU Haji dapat menghasilkan sistem penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik dan memberikan perlindungan maksimal bagi para jamaah. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk FK KBIHU dan IPHI, sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan revisi UU ini.
Komisi VIII DPR RI berharap revisi UU Haji ini akan menghasilkan peraturan yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan jamaah haji. Dengan demikian, ibadah haji dapat dijalankan dengan lebih khusyuk dan aman.