Rupiah Melemah: Ancaman Perang Dagang AS-UE Jadi Pemicu Utama
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan kekhawatiran meningkatnya risiko perang dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang berdampak pada pasar keuangan Asia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Jumat di Jakarta. Pelemahan ini didorong oleh kekhawatiran meningkatnya risiko perang dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Hal ini disampaikan oleh Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, kepada ANTARA di Jakarta pada Jumat, 28 Februari. Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah situasi pasar keuangan Asia yang juga mengalami tekanan serupa.
Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 25 persen pada mobil dan impor lainnya dari Uni Eropa. Ancaman ini dilandasi alasan bahwa Uni Eropa dianggap merugikan Amerika Serikat. Sebagai tanggapan, Juru Bicara Komisi Eropa menyatakan bahwa Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar ketiga AS dan siap mengambil tindakan tegas terhadap hambatan perdagangan yang tidak adil. Pernyataan ini mengindikasikan potensi tindakan balasan dari Uni Eropa, semakin meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya perang dagang.
Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah sejumlah perkembangan ekonomi lainnya. Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada Kamis, 27 Februari, imbal hasil obligasi pemerintah untuk tenor 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing tercatat meningkat. Kondisi ini menunjukkan dampak dari meningkatnya risiko global terhadap pasar keuangan domestik.
Ancaman Perang Dagang dan Dampaknya terhadap Rupiah
Ancaman perang dagang antara AS dan UE telah menimbulkan ketidakpastian di pasar global, termasuk di Indonesia. Hal ini menyebabkan investor cenderung lebih berhati-hati dan mencari aset yang lebih aman, seperti dolar AS. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap dolar AS meningkat, sehingga nilai tukar rupiah melemah.
Josua Pardede menjelaskan bahwa seluruh mata uang utama Asia juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari ancaman perang dagang bersifat regional dan mempengaruhi pasar keuangan Asia secara keseluruhan. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh ancaman perang dagang membuat investor cenderung mengurangi risiko dan beralih ke aset yang lebih aman.
Meskipun terdapat arus masuk investasi asing ke dalam obligasi pemerintah Indonesia, sebesar Rp12 triliun secara bulanan dan Rp16,7 triliun sejak awal tahun, tekanan dari ancaman perang dagang tetap cukup signifikan untuk menyebabkan pelemahan rupiah. Per 24 Februari 2025, kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah mencapai Rp893,3 triliun atau 14,5 persen dari total yang beredar.
Prediksi Pergerakan Rupiah
Josua Pardede memprediksi bahwa nilai tukar USD/IDR akan berada di rentang Rp16.425 - Rp16.550 pada perdagangan Jumat. Prediksi ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk ancaman perang dagang dan kondisi pasar global. Pergerakan nilai tukar rupiah akan terus dipengaruhi oleh perkembangan situasi geopolitik dan ekonomi global.
Pada pembukaan perdagangan Jumat, nilai tukar rupiah melemah 89 poin atau 0,54 persen menjadi Rp16.543 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp16.454 per dolar AS. Pelemahan ini menunjukkan dampak langsung dari kekhawatiran akan perang dagang terhadap pasar valuta asing di Indonesia.
Ke depan, perkembangan situasi geopolitik dan ekonomi global akan terus menjadi faktor penentu pergerakan nilai tukar rupiah. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Situasi ini juga perlu diwaspadai oleh pelaku usaha dan investor di Indonesia. Mereka perlu mempertimbangkan risiko yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam pengambilan keputusan bisnis dan investasi mereka.