Rupiah Menguat di Google: Ilusi Digital dan Pentingnya Verifikasi Informasi
Informasi nilai tukar rupiah yang keliru di Google memicu kegaduhan, menyoroti pentingnya verifikasi data dan literasi ekonomi digital di Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tiba-tiba tertera menguat drastis di Google pada 1 Februari 2025, mencapai Rp8.170,65 per dolar. Angka ini jauh berbeda dari kurs sebenarnya yang berada di kisaran Rp16.300, memicu spekulasi dan kebingungan di masyarakat serta menjadi viral di media sosial. Kejadian ini terjadi di Jakarta dan langsung mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Mengapa hal ini terjadi? Kejadian ini mengungkap betapa masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada satu sumber informasi, tanpa verifikasi lebih lanjut. Google sendiri mengakui masalah ini, menjelaskan bahwa data kurs mata uang bersumber dari pihak ketiga. Mereka menyatakan telah menghubungi penyedia data untuk segera memperbaiki kesalahan tersebut.
Bagaimana Google menangani masalah ini? Bank Indonesia (BI) langsung berkoordinasi dengan Google Indonesia. BI menegaskan bahwa angka Rp8.170,65 per dolar AS yang ditampilkan Google tidak akurat. Google Indonesia, dalam keterangan resminya, menyatakan, “Data konversi mata uang berasal dari sumber pihak ketiga. Ketika kami mengetahui ketidakakuratan, kami menghubungi penyedia data untuk memperbaiki kesalahan secepat mungkin.”
Penjelasan Ahli Keamanan Siber Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Dr. Pratama Persadha, memberikan beberapa kemungkinan penyebab. Salah satunya adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia data nilai tukar. Sistem Google, seperti sistem teknologi lainnya, menggunakan algoritma yang mengambil data dari berbagai sumber. Gangguan teknis bisa mengakibatkan data yang ditampilkan tidak akurat bahkan menyesatkan.
Sumber Data dan Kemungkinan Manipulasi Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan dan pasar valuta asing. Perbedaan sumber dan kecepatan pembaruan data dapat menyebabkan variasi nilai tukar yang ditampilkan. Dr. Persadha juga menyinggung kemungkinan, meskipun jarang, adanya manipulasi data akibat peretasan, meskipun sistem keamanan Google sangat canggih.
Kasus Serupa di Malaysia Insiden serupa pernah terjadi di Malaysia pada Februari 2024. Google menampilkan nilai tukar Ringgit Malaysia yang tidak akurat. Bank Negara Malaysia (BNM) pun meminta penjelasan dan langkah korektif dari Google. Google Malaysia meminta maaf dan mengakui kesalahan dalam verifikasi data.
Ujian Literasi Ekonomi dan Dampaknya Fenomena ini menjadi ujian atas literasi ekonomi dan finansial masyarakat Indonesia. Kepercayaan penuh pada informasi dari Google tanpa verifikasi menunjukkan celah literasi digital. Kesalahan data ini berpotensi berdampak besar, misalnya bagi eksportir dalam menentukan harga jual atau investor asing dalam mengambil keputusan investasi.
Perlunya Regulasi dan Literasi Kasus ini menyoroti pentingnya regulasi dalam penyebaran informasi keuangan digital di Indonesia. Saat ini belum ada mekanisme yang menjamin akurasi data kurs yang ditampilkan oleh platform digital. BI dan OJK perlu mempertimbangkan bagaimana mengontrol penyajian informasi ekonomi di platform digital. Peningkatan literasi ekonomi masyarakat juga krusial, agar masyarakat mampu memverifikasi informasi dan tidak mudah terpengaruh oleh data yang belum tentu akurat.
Kesimpulan Kejadian ini menekankan pentingnya verifikasi data dari berbagai sumber, baik bagi penyedia layanan digital maupun masyarakat. Google perlu memperkuat sistem verifikasi data dan transparansi sumber data. Masyarakat Indonesia perlu meningkatkan literasi ekonomi digital agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat.