RUU EBET Tak Jadi Prioritas, Bahlil Lahadalia Fokus pada Lifting Migas
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan RUU EBET bukan prioritas, sementara DPR menargetkan penyelesaian RUU tersebut dalam Prolegnas Prioritas Komisi XII, meskipun sempat terhambat oleh isu power wheeling.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, secara tegas menyatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) saat ini belum menjadi prioritas utama pemerintah. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menteri Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/2).
Pernyataan tersebut muncul setelah DPR menyetujui pengesahan RUU Minerba. Pertanyaan mengenai kelanjutan pembahasan RUU EBET pun mengemuka. Bahlil menjelaskan bahwa fokus pemerintah saat ini lebih tertuju pada upaya peningkatan lifting migas, yang kemungkinan akan dibahas melalui revisi RUU Minyak dan Gas Bumi (Migas). Namun, beliau belum dapat memastikan kapan revisi tersebut akan dilakukan.
Meskipun belum menjadi prioritas utama pemerintah, Ketua Komisi XII DPR, Bambang Patijaya, memberikan pernyataan yang berbeda. Ia memastikan bahwa pembahasan RUU EBET akan dilanjutkan. RUU ini tercatat sebagai RUU carry over yang dibawa dari periode sebelumnya dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Komisi XII. Bambang berharap RUU EBET dapat diselesaikan dalam periode ini.
Perdebatan Sengit Soal Power Wheeling Menghambat RUU EBET
RUU EBET telah menjadi perbincangan intensif di DPR RI selama empat tahun terakhir. Beberapa isu krusial, seperti tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan skema power wheeling, masih menjadi titik perdebatan yang membutuhkan diskusi lebih mendalam. Power wheeling, mekanisme penjualan listrik langsung dari pihak swasta atau independent power producer (IPP) kepada masyarakat, menjadi salah satu kendala utama.
Ketidaksepakatan mengenai norma power wheeling menyebabkan batalnya rapat antara DPR dan Kementerian ESDM pada 18 September 2024. Kegagalan mencapai kesepakatan ini berdampak pada kegagalan pengesahan RUU EBET oleh DPR RI periode 2019-2024.
Perbedaan pandangan antara pemerintah dan DPR terkait prioritas pembahasan RUU EBET menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan energi terbarukan di Indonesia. Meskipun DPR optimistis RUU ini akan segera diselesaikan, pernyataan Menteri Bahlil menunjukkan adanya perbedaan prioritas dalam agenda legislasi pemerintah.
RUU EBET: Antara Harapan dan Tantangan
Meskipun terdapat perbedaan pandangan mengenai prioritas, RUU EBET tetap menjadi isu penting bagi perkembangan energi terbarukan di Indonesia. Aturan yang komprehensif dan jelas sangat dibutuhkan untuk mendorong investasi dan pengembangan sektor ini. Keberhasilan penyelesaian RUU EBET akan berdampak signifikan terhadap target bauran energi terbarukan Indonesia di masa depan.
Kebuntuan sebelumnya terkait power wheeling menunjukkan perlunya dialog intensif dan kompromi antara pemerintah dan DPR. Penyelesaian isu ini menjadi kunci keberhasilan pengesahan RUU EBET dan percepatan transisi energi di Indonesia. Proses legislasi yang transparan dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan sangat penting untuk memastikan RUU EBET dapat mengakomodasi kepentingan seluruh pihak.
Ke depannya, perlu adanya komunikasi yang lebih efektif antara pemerintah dan DPR untuk memastikan RUU EBET dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Hal ini penting untuk mendukung target pemerintah dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mencapai target Net Zero Emission.
Dengan mempertimbangkan berbagai tantangan dan perdebatan yang terjadi, penyelesaian RUU EBET membutuhkan komitmen dan kerja sama yang kuat dari semua pihak terkait. Suksesnya penyelesaian RUU ini akan menjadi langkah penting dalam pembangunan sektor energi berkelanjutan di Indonesia.