Satu Peta Kehutanan: Jaminan Kepastian Hukum dan Investasi di Sektor Kelapa Sawit?
Pakar hukum kehutanan menyoroti pentingnya Satu Peta Kehutanan untuk menciptakan kepastian hukum dan menarik investasi, terutama di sektor kelapa sawit, menyusul terbitnya Perpres No. 5 Tahun 2025.
Jakarta, 8 Mei 2025 (ANTARA) - Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan telah diterbitkan. Namun, penerbitan peraturan ini memunculkan pertanyaan besar terkait kepastian hukum dan iklim investasi, khususnya di sektor kelapa sawit. Pakar Hukum Kehutanan Universitas Al-Azhar Jakarta, Sadino, menekankan perlunya Satu Peta Kehutanan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Menurutnya, tanpa peta nasional yang komprehensif, regulasi ini justru berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat mengganggu investasi.
Sadino menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sejumlah undang-undang terkait pengelolaan hutan dan perkebunan, seperti UU Perkebunan dan UU Kehutanan. Namun, tumpang tindih regulasi dan kurangnya peta kehutanan yang terintegrasi menyebabkan ketidakjelasan status lahan, menimbulkan keraguan bagi pelaku usaha, dan menghambat investasi. Ia menambahkan, "Sehingga, pemerintah diharapkan membuat satu peta kehutanan yang bisa menjadi dasar pembuatan kebijakan secara nasional. Tanpa satu peta nasional, regulasi ini justru berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum yang ujungnya akan mengganggu iklim investasi."
Lebih lanjut, Sadino menyoroti dampak perubahan peraturan yang terus-menerus tanpa menyelesaikan akar permasalahan. Hal ini, menurutnya, membuat pelaku usaha kelelahan menghadapi pemeriksaan dan perubahan aturan yang berulang, sehingga mereka enggan melakukan ekspansi usaha karena khawatir akan status lahan mereka. "Pelaku usaha kelelahan menghadapi pemeriksaan dan perubahan aturan yang terus menerus. Mereka akhirnya enggan untuk ekspansi karena tidak yakin lahannya aman secara hukum," jelasnya.
Kepastian Hukum dan Investasi di Sektor Kelapa Sawit
Penerbitan Perpres No. 5 Tahun 2025 diharapkan mampu memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada adanya Satu Peta Kehutanan yang jelas dan terintegrasi. Kejelasan status lahan menjadi kunci utama untuk menarik investasi dan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha. Tanpa peta yang komprehensif, potensi konflik dan sengketa lahan akan terus meningkat, sehingga menghambat pertumbuhan sektor ini.
Menurut Sadino, Satu Peta Kehutanan akan menjadi acuan utama kebijakan lintas sektor. Dengan peta ini, tumpang tindih kewenangan dan ketidakpastian hukum terkait status kawasan hutan dan hak atas tanah dapat diminimalisir. Hal ini akan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan menarik bagi investor baik lokal maupun asing.
Ia juga menekankan pentingnya pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan akar rumput. Perubahan regulasi yang terus-menerus tanpa solusi yang komprehensif hanya akan menambah beban bagi pelaku usaha dan menurunkan minat investasi. Kepastian hukum yang kuat dan terintegrasi menjadi kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di sektor kelapa sawit.
Pemerintah perlu memastikan bahwa peta tersebut akurat dan mudah diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. Transparansi dan keterbukaan informasi sangat penting untuk membangun kepercayaan dan mengurangi potensi konflik.
Pertimbangan Hak Masyarakat dan Kelestarian Lingkungan
Di sisi lain, Agus Surono, Kepala Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Pancasila, mengingatkan pentingnya memperhatikan dampak Perpres tersebut terhadap hak-hak masyarakat sekitar hutan. Ia menekankan perlunya pengukuhan status kawasan hutan yang jelas dan transparan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat dan menjaga kelestarian ekosistem hutan Indonesia.
Agus berharap pemerintah mempelajari dampak pelaksanaan perpres secara komprehensif. Hal ini meliputi dampak terhadap hak-hak masyarakat, kepastian hukum atas status kawasan hutan, perlindungan fungsi ekologis hutan, dan potensi legalisasi pelanggaran kehutanan yang terjadi di masa lalu. "Lahan yang dijadikan kawasan hutan diharapkan benar-benar clear melalui pengukuhan yang tepat, demi menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat sekitar serta menjaga keberlanjutan ekosistem hutan Indonesia," kata Agus.
Dengan demikian, penerapan Satu Peta Kehutanan tidak hanya berfokus pada aspek investasi dan ekonomi, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan. Penting untuk memastikan bahwa kebijakan ini berkeadilan dan berkelanjutan, sehingga memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Kesimpulannya, implementasi Satu Peta Kehutanan merupakan langkah krusial untuk menciptakan kepastian hukum dan mendorong investasi di sektor kelapa sawit. Namun, keberhasilannya bergantung pada komitmen pemerintah untuk menyelesaikan akar permasalahan, memperhatikan hak-hak masyarakat, dan menjaga kelestarian lingkungan. Transparansi dan keterbukaan informasi juga sangat penting untuk membangun kepercayaan dan memastikan keberhasilan kebijakan ini.