Simposium Internasional Budaya Jawa 2025: Mengkaji Dinamika Aparatur Kesultanan Yogyakarta
Simposium Internasional Budaya Jawa 2025 di Yogyakarta mengkaji dinamika aparatur Kesultanan Ngayogyakarta, termasuk peran abdi dalem dan prajurit, sebagai bagian dari pelestarian budaya Jawa yang berkelanjutan.
Yogyakarta, 13 April 2025 (ANTARA) - Simposium Internasional Budaya Jawa 2025 yang berlangsung pada 12-13 April di Yogyakarta telah sukses mengkaji dinamika aparatur di Kesultanan Ngayogyakarta. Simposium ini merupakan bagian dari peringatan 36 tahun Jumenengan Dalem Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan permaisuri, GKR Hemas, dalam penanggalan Masehi. Acara ini bertujuan untuk memahami peran aparatur Kesultanan dalam menjaga kelangsungan budaya Jawa yang kaya dan bersejarah.
Simposium yang bertema 'Apparatus at The Sultanate of Yogyakarta' ini menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap peran aparatur dalam konteks sejarah dan budaya Jawa. GKR Mangkubumi, putri sulung Sultan HB X, dalam keterangannya di Yogyakarta, Minggu, menyatakan bahwa Keraton Yogyakarta menjadi bukti nyata keberlanjutan kerja kebudayaan. Konsep 'Manunggaling Kawula Gusti' yang dianut, menekankan keselarasan dan persatuan antara rakyat dan pemimpin dalam mewujudkan Yogyakarta Istimewa.
Keberadaan simposium ini sangat penting karena menunjukkan komitmen untuk melestarikan warisan budaya Jawa melalui kajian akademik yang komprehensif. Simposium ini juga menjadi wadah bagi para ahli dan peneliti untuk berbagi pengetahuan dan wawasan mengenai peran aparatur Kesultanan Yogyakarta dalam konteks sejarah, sosial, budaya, dan politik.
Aparatur Kesultanan Yogyakarta: Melintasi Zaman
Beberapa jenis aparatur Kesultanan Yogyakarta yang telah ada di masa lalu, kini telah hilang. Contohnya adalah Bregada Prajurit Puteri Langenkusuma, Abdi Dalem Palawija, penarik pajak dan cukai, serta pelaksana sistem peradilan. Namun, kajian, pencatatan, dan pemaknaan mendalam terhadap setiap aparatur Keraton Yogyakarta tetap penting untuk dilakukan. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang luas terhadap kehidupan sosial, budaya, religi, dan keilmuan masyarakat.
GKR Mangkubumi menambahkan bahwa komponen aparatur merupakan salah satu syarat berdirinya negara yang berdaulat. Ia juga menekankan bahwa pasang surut keberadaan aparatur di Ngayogyakarta merupakan bagian dari dinamika sosial yang terus berkembang. Keraton, sebagai museum hidup, memiliki tanggung jawab untuk melestarikan sejarah ini melalui dokumen tertulis dan litografi.
‘Tidak hanya mengungkapnya melalui nilai historis keberadaan atau nilai filosofis atribut dan busana, keraton sebagai museum hidup bersama-sama dengan semua lapisan aparatur melangkah bersama zaman yang terus berkembang,’ kata GKR Mangkubumi.
Kajian terhadap sumber-sumber tertulis seperti manuskrip dipercaya dapat mengungkap nilai historis dan filosofis dari setiap detail aparatur Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Hasil kajian ini diharapkan dapat disebarluaskan ke berbagai lapisan masyarakat melalui simposium ini.
Simposium: Jembatan Studi Keilmuan
Simposium ini membuka ruang seluas-luasnya bagi studi keilmuan aparatur di Kesultanan Yogyakarta. Studi ini mencakup berbagai bidang, antara lain antropologi, filologi, sejarah, sains, politik, psikologi, pendidikan, gender, dan filsafat, yang semuanya terkait erat dengan Budaya Jawa. Hal ini menunjukkan komitmen untuk memahami aparatur Kesultanan dari berbagai perspektif keilmuan.
GKR Hayu, Penghageng Kawedanan Tandha Yekti sekaligus Ketua Panitia Pelaksana Simposium, menjelaskan bahwa sejak dibukanya call for paper pada Agustus 2024, terdapat 92 pendaftar dari berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara, seperti Filipina, Malaysia, Kroasia, dan Korea. Proses seleksi yang ketat dilakukan oleh reviewer senior dari Indonesia, Jerman, dan Prancis menghasilkan 10 tulisan terbaik yang dipresentasikan dalam simposium.
Simposium ini tidak hanya berfokus pada kajian akademik, tetapi juga menampilkan peragaan busana Abdi Dalem Prajurit Keraton Yogyakarta. Peragaan ini dipimpin oleh konduktor Mas Wedana Widyowiryomardowo, menampilkan delapan bregada prajurit dengan busana hasil rekonstruksi dari masa lampau. Peragaan ini diiringi gending prajurit yang telah digubah ke dalam format orkestra melalui sayembara orkestrasi sejak Januari 2025.
Peragaan busana ini merupakan bagian integral dari simposium, memperkaya pemahaman peserta mengenai aspek visual dan performatif dari aparatur Kesultanan Yogyakarta.
Menjaga Warisan Budaya Jawa
Simposium Internasional Budaya Jawa 2025 merupakan upaya penting dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya Jawa. Melalui kajian mendalam terhadap aparatur Kesultanan Yogyakarta, simposium ini memberikan kontribusi signifikan bagi pemahaman sejarah, budaya, dan sosial masyarakat Jawa. Hasil-hasil kajian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga bagi generasi mendatang.
Dengan melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan negara, simposium ini berhasil menciptakan dialog antar budaya yang memperkaya pemahaman tentang peran aparatur Kesultanan Yogyakarta dalam konteks global. Simposium ini juga menunjukkan pentingnya kolaborasi dan kerja sama internasional dalam pelestarian warisan budaya.