Sinergi Cegah Perdagangan Ilegal: Balai Karantina Kepri dan Kejati Kepri Jalin Kerja Sama
Balai Karantina Kepri dan Kejati Kepri bersinergi mencegah perdagangan ilegal produk pertanian dan perikanan demi keamanan pangan dan sumber daya alam hayati Indonesia.
Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Kepulauan Riau (Karantina Kepri) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri resmi menjalin kerja sama untuk mencegah maraknya perdagangan ilegal produk pertanian dan perikanan di wilayah tersebut. Kerja sama ini diinisiasi menyusul arahan Kepala Badan Karantina Indonesia (Barantin) terkait kampanye anti-perdagangan ilegal komoditas pertanian dan perikanan. Langkah ini dinilai krusial mengingat potensi penyebaran penyakit dan kerugian ekonomi yang signifikan.
Kepala Karantina Kepri, Herwintarti, menjelaskan bahwa sinergi ini difokuskan pada penguatan pengawasan di wilayah perbatasan Kepri yang memiliki banyak pintu masuk tidak resmi. "Kami bersama kejaksaan bersinergi untuk penguatan jejaring dan koordinasi dalam optimalisasi pengawasan wilayah perbatasan," ujar Herwintarti saat berkunjung ke kantor Kejati Kepri. Kerja sama ini bertujuan untuk mencegah masuknya komoditas ilegal yang berpotensi membawa penyakit menular, baik pada manusia maupun hewan dan tumbuhan.
Herwintarti menekankan pentingnya kewaspadaan bersama dalam mencegah penyebaran penyakit hewan, ikan, dan tumbuhan. Ia mencontohkan kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan African Swine Fever (ASF) yang disebabkan oleh pemasukan ilegal hewan ternak dan produknya. Kerugian ekonomi akibat wabah penyakit tersebut sangat besar, sehingga pencegahan melalui pengawasan ketat menjadi sangat penting.
Penguatan Pengawasan Perbatasan dan Penegakan Hukum
Wilayah Kepri yang memiliki banyak pintu masuk ilegal menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan. Oleh karena itu, kolaborasi antara Balai Karantina Kepri dan Kejati Kepri sangat dibutuhkan untuk memastikan efektivitas pengawasan. Kejati Kepri berkomitmen memberikan dukungan penuh terhadap Balai Karantina Kepri, termasuk dalam hal bimbingan teknis penyidikan dan pendampingan hukum.
Kepala Kejati Kepri, Teguh Subroto, menyatakan kesiapan jajarannya untuk memberikan bimbingan teknis pemberkasan bagi penyidik karantina. "Kami siap memberikan dukungan atau pendampingan Jaksa Pengacara Negara pada karantina jika terdapat kasus yang maju hingga pengadilan," tegas Teguh. Dukungan tersebut juga mencakup penyediaan Nota Kesepahaman (MoU) dan Prosedur Operasi Standar (SOP) yang dibutuhkan Balai Karantina Kepri.
Kejati Kepri juga berkomitmen untuk turut serta dalam upaya perlindungan dan menghentikan perdagangan satwa dan komoditas pertanian serta perikanan ilegal. Hal ini dilakukan demi keamanan sumber daya alam hayati Indonesia. Kerja sama ini diharapkan dapat menciptakan efek jera bagi pelaku perdagangan ilegal dan melindungi kesehatan masyarakat.
Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Perdagangan Ilegal
Balai Karantina Kepri juga mengajak masyarakat untuk turut serta dalam kampanye anti-perdagangan ilegal. Masyarakat dapat melaporkan setiap dugaan pemasukan produk pertanian dan perikanan ilegal melalui WhatsApp (WA) Balai Karantina Kepri di nomor 0813-7111-8773. Kerahasiaan identitas pelapor dijamin.
Herwintarti berharap partisipasi aktif masyarakat dapat memperkuat upaya pencegahan perdagangan ilegal. Dengan memenuhi persyaratan karantina sesuai UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, masyarakat juga berkontribusi dalam menjaga kesehatan dan keamanan pangan nasional.
Pentingnya kolaborasi antara instansi pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mencegah perdagangan ilegal produk pertanian dan perikanan sangatlah krusial. Langkah-langkah yang telah diambil oleh Balai Karantina Kepri dan Kejati Kepri diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam melindungi sumber daya alam hayati dan kesehatan masyarakat Indonesia.
Melalui sinergi ini, diharapkan pengawasan perbatasan akan semakin optimal dan penegakan hukum terhadap pelanggaran UU Perkarantinaan akan lebih efektif. Dengan demikian, Indonesia dapat terlindungi dari ancaman penyakit menular dan kerugian ekonomi akibat perdagangan ilegal komoditas pertanian dan perikanan.