Tingkat Hunian Hotel Bintang di Indonesia Turun pada Februari 2025
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan tingkat penghunian kamar hotel bintang di Indonesia pada Februari 2025, baik secara tahunan maupun bulanan, dengan penurunan terdalam terjadi di Papua Selatan, Papua Barat, dan Bali.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis data yang menunjukkan penurunan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang di Indonesia pada bulan Februari 2025. Penurunan ini terjadi baik secara tahunan (year-on-year/yoy) maupun bulanan (month-to-month/m-to-m), menimbulkan pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tren ini dan dampaknya terhadap sektor pariwisata nasional. Data yang dirilis BPS memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kinerja industri perhotelan di Indonesia.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, mengumumkan bahwa TPK hotel bintang pada Februari 2025 mencapai 47,21 persen. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 2,24 persen poin jika dibandingkan dengan Februari 2024 (yoy), dan penurunan 1,17 persen poin dibandingkan dengan Januari 2025 (m-to-m). Penurunan ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dengan beberapa provinsi mengalami penurunan yang lebih signifikan dibandingkan lainnya.
Meskipun terjadi penurunan secara nasional, beberapa provinsi justru mencatatkan peningkatan TPK. Hal ini menunjukkan adanya disparitas kinerja industri perhotelan antar daerah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal seperti event dan kegiatan pariwisata yang berlangsung di masing-masing wilayah. Perbedaan ini perlu diteliti lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor pendorong dan penghambat pertumbuhan industri perhotelan di Indonesia.
Analisis Penurunan Tingkat Penghunian Kamar Hotel
BPS mencatat penurunan TPK di 20 provinsi pada Februari 2025 dibandingkan Januari 2025. Sebaliknya, 18 provinsi lainnya justru mengalami peningkatan. Provinsi DKI Jakarta mencatatkan TPK tertinggi, kemungkinan besar didorong oleh berbagai acara dan event yang diselenggarakan sepanjang Februari. Namun, perlu diingat bahwa ini hanya menggambarkan situasi di satu provinsi, dan tidak merepresentasikan kondisi nasional secara keseluruhan.
Penurunan TPK terdalam secara bulanan terjadi di Papua Selatan (13,63 poin), Papua Barat (11,50 poin), dan Bali (8,66 poin). Sebaliknya, peningkatan TPK tertinggi tercatat di Kalimantan Utara (8,62 poin), diikuti Kalimantan Tengah (6,49 poin) dan Jakarta (5,57 poin). Perbedaan ini menunjukkan adanya faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi kinerja industri perhotelan di masing-masing wilayah, seperti kondisi ekonomi lokal, daya tarik wisata, dan infrastruktur pendukung.
Secara kumulatif, TPK hotel bintang pada Januari-Februari 2025 mencapai 47,83 persen, turun 0,26 poin dibandingkan periode yang sama pada 2024. Data ini menunjukkan tren penurunan yang berkelanjutan, meskipun penurunannya relatif kecil. Hal ini perlu diwaspadai dan dianalisis lebih lanjut untuk mencegah penurunan yang lebih drastis di masa mendatang.
Perbandingan Hotel Bintang dan Non-Bintang
Berbeda dengan hotel bintang, TPK hotel non-bintang pada Februari 2025 mencapai 23,17 persen, mengalami penurunan sebesar 3,10 poin (yoy). DKI Jakarta kembali mencatatkan TPK tertinggi untuk hotel non-bintang (44,51 persen), diikuti Bali (36,35 persen) dan Kepulauan Riau (31,73 persen). Perbedaan TPK antara hotel bintang dan non-bintang menunjukkan adanya segmen pasar yang berbeda dan faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing segmen.
Lebih rinci lagi, BPS juga mengklasifikasikan hotel berdasarkan bintang. Hotel bintang 5 mengalami penurunan TPK paling dalam (yoy), yaitu 5,14 poin. Secara bulanan (m-to-m), seluruh klasifikasi hotel mengalami penurunan TPK, dengan hotel bintang 5 mengalami penurunan terdalam (3,37 poin), diikuti hotel bintang 2 dan 4 (1,28 poin), dan hotel bintang 3 (0,23 poin).
Data ini menunjukkan bahwa penurunan TPK tidak hanya terjadi pada hotel bintang secara umum, tetapi juga pada berbagai kelas hotel. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan tersebut mungkin disebabkan oleh faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi seluruh industri perhotelan, bukan hanya segmen tertentu.
Kesimpulannya, penurunan TPK hotel bintang di Indonesia pada Februari 2025 memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan pelaku industri pariwisata. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab penurunan dan merumuskan strategi untuk meningkatkan kembali tingkat hunian hotel di masa mendatang. Penting untuk memperhatikan perbedaan kinerja antar provinsi dan kelas hotel untuk mengembangkan kebijakan yang tepat sasaran dan efektif.