Wamendikdasmen: Pendidikan Nonformal, Solusi Kurangi Angka Putus Sekolah di Indonesia
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) ungkap pendidikan nonformal sebagai solusi efektif kurangi angka putus sekolah di Indonesia, khususnya di daerah 3T.
Magelang, 15 Maret 2024 - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, mengungkapkan bahwa pendidikan nonformal menjadi solusi alternatif untuk mengurangi angka putus sekolah di Indonesia. Hal ini disampaikannya di Magelang, Sabtu lalu. Inisiatif ini bertujuan untuk menjangkau daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang memiliki akses pendidikan terbatas.
Wamendikdasmen menekankan pentingnya pembelajaran, bukan sekadar lokasi pembelajaran formal. "Salah satu terobosan yang kami tawarkan dengan mengintensifkan pembelajaran di luar kelas, karena kita memahami yang penting bukan schooling, tetapi learningnya," ujarnya. Program ini difokuskan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Strategi ini melibatkan berbagai metode pembelajaran di luar sekolah, seperti praktik kerja, pengabdian masyarakat, dan pengalaman kerja praktik mahasiswa (PKPM). Dengan melibatkan masyarakat setempat, program ini diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih signifikan dan berkelanjutan.
Pendidikan Nonformal: Memberdayakan Masyarakat Lokal
Program pendidikan nonformal ini berfokus pada pemberdayakan masyarakat lokal sebagai pengajar. Hal ini penting untuk mengatasi kendala keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah 3T. "Termasuk juga nanti di kementerian mengenalkan yang namanya program relawan mengajar, bagaimana relawan mengajar ini datang dari masyarakat yang punya komitmen terhadap pendidikan," jelas Wamendikdasmen. Relawan-relawan ini akan berperan penting dalam memberikan layanan pendidikan di daerah-daerah yang kekurangan guru.
Pembelajaran akan dilakukan di berbagai tempat yang mudah diakses, seperti musholla, masjid, dan gereja. "Maka, kita memberdayakan kelompok masyarakat yang ada di situ, bisa di musholla, bisa masjid, bisa gereja. Kita akan mengintensifkan pembelajaran di luar sekolah, yang mengajar diutamakan warga lokal," tambahnya. Metode ini dipilih untuk mempertimbangkan faktor budaya dan keamanan, khususnya di daerah-daerah seperti Papua.
Meskipun terdapat tantangan terkait kompetensi pengajar lokal, Wamendikdasmen memastikan pemerintah akan memberikan pelatihan pedagogik. "Memang ada problem keterbatasan soal kompetensi, yang tidak bisa disamakan yang di Jawa, tetapi itu bisa diatasi, akan dibekali dengan kemampuan pedagogik, yang penting anak-anak di sana dapat mengenyam pembelajaran yang baik, standar minimal," tegasnya. Hal ini menjamin kualitas pendidikan meskipun dilakukan di luar sekolah formal.
Kolaborasi Pemerintah dan Dunia Usaha
Pemerintah juga berupaya menjalin kolaborasi dengan dunia usaha untuk mendukung program ini. "Tokoh-tokoh masyarakat, karena kalau di Papua misalnya, mendatangkan orang luar itu tidak jalan, ada faktor keamanan, faktor budaya, maka pendekatan kita adalah mengoptimalkan potensi masyarakat lokal di daerah-daerah 3T, polanya akan sama," kata Wamendikdasmen. Kerjasama ini akan membantu dalam pembiayaan dan pelatihan bagi pengajar lokal.
Sebagai contoh, Wamendikdasmen baru-baru ini bertemu dengan perusahaan besar di Papua yang bersedia berpartisipasi dalam program ini. "Pihaknya baru bertemu dengan perusahaan besar di Papua, akan berkoordinasi, karena mereka ingin menyasar pendidikan, akan melatih masyarakat setempat, yang membiayai dari pihak perusahaan." Kolaborasi ini diharapkan dapat memperluas jangkauan dan dampak program pendidikan nonformal.
Salah satu contoh kerjasama tersebut adalah pemanfaatan gereja sebagai tempat belajar. "Ini bagian dari pola kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha di daerah-daerah 3T, jadi kita ada kesepakatan, misalnya di sana akan mulai memberdayakan gereja sebagai tempat belajar," jelasnya. Model kerjasama ini diharapkan dapat direplikasi di daerah-daerah lain.
Program pendidikan nonformal ini menjadi bukti komitmen pemerintah untuk memastikan semua anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan yang layak, terlepas dari lokasi dan keterbatasan infrastruktur. Dengan melibatkan masyarakat lokal dan dunia usaha, program ini diharapkan mampu memberikan solusi berkelanjutan bagi masalah angka putus sekolah di Indonesia.