Zakat dan Pajak: Solusi Permasalahan Ekonomi Indonesia?
Ekonomi Indonesia butuh solusi? Zakat dan pajak, dua pilar penting yang saling melengkapi untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan, diulas dalam artikel ini.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Indonesia, seperti banyak negara lain, menghadapi tantangan ekonomi seperti kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan. Pemerintah, melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan sistem perpajakan, berupaya mengatasi masalah ini dengan mengoptimalkan peran zakat dan pajak. Artikel ini membahas kontribusi kedua instrumen tersebut dalam menciptakan solusi ekonomi yang lebih adil dan sejahtera, khususnya di Indonesia dan dengan studi kasus negara-negara Islam lainnya. Hal ini penting karena kedua instrumen ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Zakat, sebagai kewajiban keagamaan dalam Islam, dan pajak, sebagai iuran wajib negara, memiliki peran yang saling melengkapi. Keduanya berfungsi sebagai sumber pendapatan dan alat untuk menciptakan keadilan sosial. Namun, karakteristik dan tujuannya berbeda; zakat bersifat sosial-religius, sedangkan pajak bertujuan untuk pembiayaan negara. Pemanfaatan keduanya secara optimal diharapkan mampu memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengelolaan zakat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan perpajakan melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 serta peraturan turunannya. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar zakat dan pajak menjadi kunci keberhasilan strategi ini. Dengan pengelolaan yang baik, potensi besar kedua instrumen ini dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan bersama.
Zakat: Pilar Kesejahteraan Sosial
Zakat terbukti efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Data menunjukkan peningkatan signifikan pengumpulan Zakat, Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya (ZIS-DSKL) dalam beberapa tahun terakhir. Dana yang terkumpul disalurkan kepada jutaan penerima manfaat, dengan fokus pada delapan asnaf (golongan penerima zakat). Program pemberdayaan ekonomi juga turut dijalankan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BAZNAS melaporkan keberhasilan dalam membantu mustahik keluar dari garis kemiskinan. Indeks Zakat Nasional menunjukkan kinerja pengelolaan zakat yang cukup baik. Keberhasilan ini menunjukkan potensi besar zakat dalam menciptakan keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi di Indonesia.
Data menunjukkan bahwa hingga kuartal kedua tahun 2024, total pengumpulan ZIS-DSKL mencapai Rp26,13 triliun, meningkat 68,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dana zakat yang terkumpul telah disalurkan kepada 75,54 juta jiwa penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2023, zakat telah disalurkan kepada 33,9 juta mustahik, dengan 463.154 di antaranya berhasil keluar dari garis kemiskinan dan 194.543 jiwa termasuk dalam kategori miskin ekstrem. Hal ini menunjukkan dampak positif zakat dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pajak: Pendukung Pembangunan Nasional
Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara, yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, termasuk infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Data menunjukkan tren positif penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir, dengan peningkatan signifikan pada tahun 2023 dan 2024.
Penerimaan pajak yang meningkat menunjukkan kepercayaan masyarakat dan keberhasilan pemerintah dalam mengelola sistem perpajakan. Dana yang terkumpul dialokasikan untuk berbagai sektor penting, termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah. Hal ini menunjukkan peran krusial pajak dalam pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 2023, total penerimaan pajak mencapai Rp1.869,23 triliun, meningkat 8,9 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp1.716,77 triliun. Pada tahun 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun, yang setara dengan 100,5 persen dari target dan tumbuh 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Penerimaan pajak ini digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah, termasuk belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, serta pembiayaan rutin dan pembangunan. Selain itu, pajak juga dialokasikan untuk Dana Alokasi Umum (DAU), yang minimal sebesar 25 persen dari penerimaan dalam negeri, guna mendukung keuangan daerah.
Studi Kasus Negara-Negara Islam
Pengelolaan zakat dan pajak di negara-negara Islam seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UAE) memberikan perspektif menarik. Arab Saudi, meskipun tanpa pajak penghasilan pribadi, mengandalkan PPN dan diversifikasi ekonomi untuk membiayai program sosial. UAE juga menerapkan sistem perpajakan yang relatif ringan, dengan fokus pada pajak korporasi dan PPN.
Meskipun pendekatannya berbeda, kedua negara tersebut menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip ekonomi Islam, seperti keadilan sosial dan redistribusi kekayaan, dapat diintegrasikan dalam sistem perpajakan. Zakat, meskipun tidak selalu menjadi kewajiban negara, tetap berperan penting dalam membantu masyarakat yang membutuhkan.
Arab Saudi mulai mengembangkan sumber pendapatan non-migas melalui pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperkenalkan pada 2018 dengan tarif 5 persen yang kemudian dinaikkan menjadi 15 persen pada 2020. Pendapatan dari pajak digunakan untuk membiayai berbagai program sosial, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Di UAE, meskipun zakat bukan kewajiban negara, masyarakat Muslim di UAE diharapkan untuk membayar zakat secara sukarela, dan banyak lembaga amal yang membantu mendistribusikan zakat tersebut. Pendapatan pajak lebih diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, sektor pariwisata, serta program kesejahteraan sosial yang memastikan keseimbangan sosial dan ekonomi.
Kesimpulan
Zakat dan pajak memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kolaborasi dan optimalisasi kedua instrumen ini, diiringi dengan peningkatan kesadaran masyarakat dan transparansi pengelolaan, akan semakin memperkuat fondasi ekonomi Indonesia yang adil dan berkelanjutan. Studi kasus negara-negara Islam menunjukkan berbagai pendekatan yang dapat dipelajari dan diadaptasi sesuai konteks Indonesia.