Terapi DBS: Harapan Baru untuk Penderita Distonia dan Sindrom Tourette
Deep Brain Stimulation (DBS) menawarkan solusi inovatif bagi penderita distonia dan sindrom Tourette, gangguan neurologis yang menyebabkan gerakan tak terkendali, dengan meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan.
Apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana terapi DBS membantu penderita distonia dan sindrom Tourette? Terapi deep brain stimulation (DBS) menjadi solusi penanganan gangguan neurologis berupa gerakan otot tak terkendali seperti distonia dan sindrom Tourette, khususnya di area wajah dan otot vokal. Dokter spesialis neurologi dan bedah saraf di RS Siloam Lippo Village, Dr. dr. Rocksy Fransisca V Situmeang, SpN (K) dan Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, SpBS, menjelaskan metode ini dalam siaran pers baru-baru ini. Terapi ini memberikan harapan baru bagi pasien yang menderita kondisi ini dan telah mengganggu aktivitas sehari-hari mereka.
Distonia, ditandai kekakuan otot berkepanjangan dan gerakan berulang di luar kendali, serta sindrom Tourette dengan tics atau gerakan otot tak disadari, sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Diagnosisnya melibatkan evaluasi klinis mendalam, termasuk MRI atau tes genetik. Untuk sindrom Tourette, skala Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS) digunakan untuk menilai keparahan tics. Jika skor di atas 35/50, DBS menjadi pertimbangan.
DBS direkomendasikan untuk kasus berat, terutama distonia umum atau sindrom Tourette berat. Prosedur ini melibatkan diskusi antara dokter spesialis saraf dan bedah saraf, serta keluarga, untuk memastikan DBS merupakan pilihan terbaik. Pasien juga menjalani pemeriksaan neurologis dan psikologis untuk menyingkirkan kontraindikasi medis sebelum operasi dilakukan.
Memahami Prosedur Deep Brain Stimulation (DBS)
Prosedur DBS diawali dengan diagnosis dan evaluasi menggunakan MRI untuk memastikan tidak ada kelainan otak lain. Pasien juga menjalani tes psikologis dan neurologis. Sebelum tindakan, rambut dicukur untuk meminimalkan risiko infeksi. Head frame dipasang untuk menentukan titik stimulasi otak, diikuti CT scan yang dipadukan dengan hasil MRI untuk penentuan lokasi pemasangan elektroda yang akurat.
Elektroda DBS dipasang di globus pallidus internus (GPI) untuk distonia atau thalamus medial untuk sindrom Tourette. Pasien tetap sadar selama operasi agar dokter dapat mengevaluasi efek stimulasi secara langsung. Pasien menjalani perawatan inap selama 3-5 hari untuk pemantauan. DBS diaktifkan dua minggu kemudian untuk hasil optimal.
Peluang kesembuhan lebih tinggi pada distonia dibandingkan sindrom Tourette karena faktor psikologis yang menyertainya. Namun, DBS secara signifikan meningkatkan kualitas hidup pasien. Dr. Made menekankan pentingnya terapi dan kontrol rutin untuk memastikan stimulasi DBS tetap optimal dan efektivitasnya dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Perlu peninjauan berkala jika efeknya mulai berkurang.
Evaluasi dan Persiapan Sebelum Terapi DBS
Sebelum menjalani terapi DBS, pasien akan melalui serangkaian evaluasi yang komprehensif. Proses ini melibatkan konsultasi dengan tim medis yang terdiri dari dokter spesialis saraf dan bedah saraf. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa terapi DBS merupakan pilihan yang tepat dan aman bagi pasien. Evaluasi ini juga mencakup pemeriksaan neurologis dan psikologis yang menyeluruh untuk mengidentifikasi potensi kontraindikasi atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi.
Proses Operasi DBS
Proses operasi DBS sendiri merupakan prosedur yang kompleks dan presisi tinggi. Dengan menggunakan teknologi pencitraan canggih seperti MRI dan CT scan, tim medis akan menentukan lokasi yang tepat untuk penempatan elektroda di otak. Selama operasi, pasien akan dipantau secara ketat untuk memastikan keamanan dan kenyamanan. Setelah elektroda terpasang, perangkat stimulator akan dihubungkan dan diprogram untuk memberikan stimulasi listrik yang tepat pada area otak yang ditargetkan.
Manfaat dan Keterbatasan Terapi DBS
Terapi DBS telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala distonia dan sindrom Tourette pada banyak pasien. Namun, penting untuk memahami bahwa terapi ini bukanlah solusi ajaib dan tidak cocok untuk semua orang. Efektivitas terapi DBS dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk tingkat keparahan kondisi, lokasi lesi, dan respon individu terhadap stimulasi. Selain itu, terapi DBS juga memiliki potensi efek samping, meskipun umumnya ringan dan dapat dikelola.
Kesimpulannya, terapi DBS menawarkan kemajuan signifikan dalam penanganan distonia dan sindrom Tourette. Namun, penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis untuk menentukan apakah terapi ini tepat bagi Anda. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap kondisi pasien dan pertimbangan potensi manfaat dan risiko terapi.