Waspada! 30-60 Persen Anak di Bawah 3 Tahun di Indonesia Mengalami Maloklusi
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mengungkapkan fakta mengejutkan: 30-60 persen anak di bawah tiga tahun di Indonesia menderita maloklusi, ketidaksesuaian posisi gigi yang berdampak pada kesehatan fisik dan emosional.
Jakarta, 28 April 2024 - Sebuah data mengejutkan terungkap dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Sebanyak 30 hingga 60 persen anak di Indonesia yang berusia di bawah tiga tahun menderita maloklusi. Dokter spesialis kedokteran gigi anak dari Universitas Indonesia, drg. Aliyah, Sp.KGA, mengungkapkan angka tersebut dalam jumpa pers di Jakarta. Hal ini menyoroti pentingnya perawatan gigi sejak dini untuk mencegah masalah kesehatan gigi pada anak.
Maloklusi, menurut drg. Aliyah, adalah kondisi di mana posisi gigi pada rahang atas dan bawah tidak sesuai atau tidak normal saat bertemu. Kondisi ini, yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merupakan cacat atau gangguan fungsional, dapat mengganggu kesehatan fisik dan emosional anak. Angka prevalensi maloklusi di Indonesia secara keseluruhan bahkan lebih tinggi, mencapai 80 persen, berdasarkan data SKI 2023.
"Maloklusi itu prevalensinya sangat tinggi, sekitar 80 persen dari masyarakat Indonesia menurut SKI 2023. Kebayang ya bahwa salah satu dari kita saja itu terkena maloklusi dengan prevalensi 30-60 persen itu anak di bawah 3 tahun," ujar drg. Aliyah. Pernyataan ini menekankan urgensi pencegahan dan penanganan maloklusi sejak usia dini.
Faktor Risiko Maloklusi pada Anak
Beberapa faktor meningkatkan risiko maloklusi pada anak. Salah satu faktor utamanya adalah penggunaan dot yang tidak tepat, baik dari segi pemilihan jenis dot maupun durasi dan frekuensi penggunaannya. Kebiasaan mengisap jari juga turut berkontribusi. Selain itu, gigi berlubang yang menyebabkan gigi susu tanggal sebelum waktunya juga dapat memicu maloklusi. Faktor genetik juga berperan dalam perkembangan kondisi ini.
"Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memilih produk perawatan gigi yang sesuai sejak dini, seperti penggunaan infant toothbrush untuk membersihkan lidah, memijat gusi, dan menyikat gigi pertama anak," jelas drg. Aliyah. Ia menekankan pentingnya peran orang tua dalam menjaga kesehatan gigi anak sejak bayi.
Lebih lanjut, drg. Aliyah menyarankan pemilihan dot ortodontik yang dirancang untuk meniru mekanisme menyusu langsung (DBF). Desain dot yang pipih membantu mencegah overbite atau underbite dan mendukung gerakan menghisap alami. "Pemilihan produk yang tepat bukan sekadar soal fungsi, tapi juga merupakan bentuk cinta act of service orang tua kepada anak dalam rutinitas sehari-hari," tambahnya.
Pencegahan dan Perawatan Maloklusi
Orang tua disarankan untuk membersihkan gigi anak dengan infant toothbrush berbahan silikon bebas BPA, dua kali sehari selama dua menit, menggunakan pasta gigi berflouride. Pemeriksaan gigi rutin sangat penting, dimulai sejak tumbuh gigi pertama, dan dilanjutkan setiap 3-4 bulan atau tiga kali setahun.
Dengan memperhatikan faktor-faktor risiko dan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, orang tua dapat membantu melindungi anak dari maloklusi dan memastikan kesehatan gigi mereka sejak usia dini. Pentingnya edukasi dan kesadaran akan masalah ini tidak dapat diabaikan.
Kesimpulannya, angka prevalensi maloklusi pada anak di bawah tiga tahun di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Langkah pencegahan yang tepat dan perawatan gigi sejak dini menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kesehatan gigi anak-anak Indonesia.