1.400 Seragam Mahasiswa Diproduksi Narapidana Lapas Makassar: Sukses Program Pembinaan Kemendirian
60 Narapidana Lapas Kelas I Makassar sukses produksi 1.400 seragam mahasiswa Universitas Mega Rezky melalui program pembinaan kemandirian, bukti nyata kontribusi positif dalam proses reintegrasi sosial.

Sebanyak 60 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, berhasil memproduksi 1.400 seragam mahasiswa untuk Universitas Mega Rezky. Prestasi ini diraih berkat program pembinaan kemandirian yang dijalankan Lapas. Program ini melibatkan warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam pelatihan menjahit dan produksi garmen, memberikan mereka keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas. Keberhasilan ini menunjukkan dampak positif program tersebut dalam mendukung reintegrasi sosial narapidana.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, Rudy Fernando Sianturi, menyatakan optimisme terhadap program ini. Ia yakin program unggulan Lapas Makassar dapat meningkatkan kemampuan WBP, sehingga mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat setelah menjalani masa hukuman. "Kami optimistis melalui program unggulan di Lapas ini dapat membantu meningkatkan kemampuan WBP dengan harapan mereka nantinya dapat produktif dan berkontribusi ketika kembali ke masyarakat," ujar Rudy di Makassar, Sabtu.
Pabrik garmen mini di dalam Lapas Makassar menjadi kunci keberhasilan program ini. Keberadaan pabrik tersebut mengoptimalkan program pembinaan kemandirian, memberikan pelatihan praktis dan pengalaman kerja nyata bagi para narapidana. Selain itu, produksi seragam mahasiswa ini juga berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menambah pendapatan negara.
Program Pembinaan Kemendirian di Lapas Makassar
Program pembinaan kemandirian di Lapas dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Maros, serta rumah tahanan (rutan) se-Sulawesi Selatan, wajib diikuti oleh WBP. Program ini mengajarkan berbagai keterampilan, salah satunya menjahit. Keterlibatan berbagai pihak eksternal profesional sangat penting untuk mengembangkan potensi WBP di bidang jahit-menjahit.
Kepala Lapas Kelas I Makassar, Sutarno, menjelaskan bahwa 60 WBP terpilih mengikuti program ini setelah melalui proses asesmen ketat. Proses seleksi memastikan WBP yang berstatus narapidana, sehat jasmani, memiliki motivasi tinggi, dan belum pernah mengikuti pelatihan serupa. "Berdasarkan hasil asesmen tersebut, maka warga binaan bisa mengikuti program pembinaan kemandirian lapas, tapi tetap dievaluasi setiap bulannya," jelas Sutarno.
Kerja sama Lapas Kelas I Makassar dengan CV Amura Pratama menjadi kunci keberhasilan program ini. CV Amura Pratama sebelumnya telah melatih WBP dalam menjahit. Program pembinaan kemandirian ini telah berjalan selama lima tahun, menghasilkan berbagai produk pakaian jadi, masker, dan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan dengan kualitas yang baik.
Kolaborasi dan Pengembangan Kemampuan WBP
Kunjungan Kakanwil Ditjenpas ke Lapas Makassar turut didampingi oleh Kepala Bidang Pelayanan Pembinaan Yohanis Varianto, Kepala Sub Bidang Pembimbingan dan Pengentasan Anak Nasir, serta tim humas Ditjen Kanwil Sulsel. Kunjungan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung program pembinaan kemandirian bagi narapidana.
Program ini tidak hanya memberikan keterampilan baru kepada narapidana, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Produksi seragam mahasiswa menunjukkan potensi besar program ini untuk membantu reintegrasi sosial narapidana dan meningkatkan perekonomian lokal. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi lapas lain di Indonesia.
Ke depan, kolaborasi dengan berbagai pihak eksternal akan terus ditingkatkan untuk mengembangkan potensi WBP dan memberikan pelatihan yang lebih beragam. Hal ini akan memastikan bahwa program pembinaan kemandirian terus memberikan dampak positif bagi para narapidana dan masyarakat luas. Dengan demikian, program ini akan menjadi model efektif dalam upaya pembinaan dan reintegrasi sosial narapidana di Indonesia.