DPR Apresiasi Program Kemandirian Warga Binaan Lapas Makassar
Komisi XIII DPR RI mengapresiasi program kemandirian warga binaan Lapas Makassar, khususnya bidang garmen, dan memastikan dukungan regulasi dan anggaran untuk pengembangan program serupa di lapas lain.
![DPR Apresiasi Program Kemandirian Warga Binaan Lapas Makassar](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/06/230110.751-dpr-apresiasi-program-kemandirian-warga-binaan-lapas-makassar-1.jpeg)
Makassar, 6 Februari 2024 - Komisi XIII DPR RI memberikan apresiasi tinggi terhadap program pembinaan kemandirian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan. Kunjungan kerja spesifik Komisi XIII, yang dipimpin oleh Sugiat Santoso, menyoroti program kreatif WBP di bidang garmen yang dinilai sangat positif.
Program Garmen dan Dukungan DPR
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, menyatakan kekagumannya atas program garmen di Lapas Makassar. "Ini sudah seperti pabrik garmen, dan ini sangat bagus. Kami berharap program seperti ini bisa diterapkan di lapas lain agar warga binaan memiliki kegiatan positif dan benar-benar dibina," ujarnya saat kunjungan di Makassar, Kamis lalu. Komisi XIII DPR RI sendiri membidangi Hak Asasi Manusia (HAM), Keimigrasian, Pemasyarakatan, dan Penanggulangan Terorisme.
Sugiat menekankan harapan agar program pembinaan ini dapat mencetak warga binaan yang lebih produktif dan menjadi warga negara yang baik setelah kembali ke masyarakat. DPR berkomitmen memberikan dukungan penuh, baik dari sisi regulasi maupun anggaran. "Kami di DPR RI tentu memiliki tugas dalam pembuatan regulasi, dan kami mendukung kebijakan yang dapat memperkuat pembinaan di lapas," tegasnya.
Terkait anggaran, Sugiat menyampaikan informasi dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan mengenai efisiensi anggaran yang signifikan. Pembahasan realisasi anggaran dan rencana bantuan untuk program pembinaan akan dilakukan bersama Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan pada pekan berikutnya. "Nanti kami akan dibahas, bagaimana Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan bisa mendapatkan bantuan anggaran terkait program pembinaan," katanya dengan optimis.
Fasilitas dan Pengadaan Makanan
Selain program garmen, rombongan Komisi XIII juga meninjau langsung penyediaan makanan bagi warga binaan. Sistem penggunaan ompreng atau wadah plastik dinilai efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sugiat bahkan sempat memeriksa isi ompreng dan menyatakan bahwa makanan yang disediakan telah memenuhi standar gizi yang cukup seimbang, dengan menu yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, ayam, dan buah.
Lebih lanjut, Sugiat menekankan pentingnya keterlibatan pengusaha lokal dalam pengadaan bahan makanan, sesuai instruksi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto untuk menggerakkan ekonomi daerah. "Seperti yang dikatakan Pak Menteri, pengadaan bahan makanan bagi warga binaan harus dikelola oleh pengusaha lokal. Ini langkah baik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah," katanya.
Kebijakan Pengadaan Makanan dan Komitmen Ditjenpas
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Mashudi, menjelaskan bahwa kebijakan pengadaan bahan makanan memang diarahkan untuk memberdayakan pengusaha lokal. Ia merinci anggaran makanan warga binaan sebesar Rp22.000 per hari untuk tiga kali makan, atau sekitar Rp6.300 per sekali makan setelah dipotong pajak.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Sulsel, Rudy Fernando Sianturi, menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan bagi warga binaan, termasuk dalam hal makanan dan minuman, kesehatan, dan pembinaan kemandirian. "Komitmen kami untuk memberikan pelayanan prima, baik dalam hal makan dan minum, kesehatan, maupun pembinaan kemandirian. Kami ingin memastikan warga binaan mendapatkan hak dasar mereka, tetapi juga memiliki keterampilan yang membuat mereka lebih produktif setelah kembali ke masyarakat," jelasnya.