15 Napi Lapas Gorontalo Pindah, Upaya Tekan Over Kapasitas
Sebanyak 15 narapidana dipindahkan dari Lapas Gorontalo ke Lapas Boalemo dan Pohuwato untuk mengurangi kelebihan kapasitas dan meningkatkan kondisi Lapas yang lebih kondusif.

Sebanyak 15 narapidana telah dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kota Gorontalo. Pemindahan ini dilakukan pada Sabtu, 16 Maret 2024, menuju Lapas Boalemo dan Lapas Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Langkah strategis ini diambil untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas atau overcrowded yang terjadi di Lapas Gorontalo.
Kepala Satuan Pengamanan Lapas Kelas IIA Gorontalo, Yarham Pantu, menjelaskan bahwa pemindahan ini merupakan bagian dari upaya redistribusi hunian narapidana. Delapan narapidana dipindahkan ke Lapas Boalemo, sementara tujuh lainnya ditempatkan di Lapas Pohuwato. Pemindahan ini diharapkan dapat meringankan beban Lapas Gorontalo dan meningkatkan kualitas pelayanan bagi para napi.
Kepala Lapas Kelas IIA Gorontalo, Sulistyo Wibowo, menekankan komitmen pemasyarakatan dalam mengatasi kepadatan Lapas. Ia menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya menciptakan situasi dan kondisi Lapas yang lebih kondusif dan humanis bagi warga binaan. Kondisi overcrowded, menurutnya, berdampak negatif pada berbagai aspek, termasuk kualitas pelayanan, pembinaan, perawatan kesehatan, dan pemenuhan hak-hak warga binaan.
Menangani Over Kapasitas Lapas Gorontalo
Kondisi overcrowded di Lapas Gorontalo menimbulkan berbagai permasalahan. Selain berdampak pada kualitas pelayanan bagi narapidana, kelebihan kapasitas juga meningkatkan risiko gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Lapas. Oleh karena itu, pemindahan narapidana ini menjadi solusi penting untuk mengatasi masalah tersebut.
Pemindahan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk memperbaiki manajemen Lapas dan memastikan bahwa hak-hak narapidana tetap terpenuhi dengan baik. Dengan mengurangi kepadatan, diharapkan lingkungan Lapas menjadi lebih kondusif untuk proses pembinaan dan rehabilitasi narapidana.
Langkah redistribusi narapidana ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas sistem pemasyarakatan di Indonesia. Upaya untuk menciptakan Lapas yang lebih humanis dan kondusif merupakan bagian penting dari proses pembinaan dan reintegrasi narapidana ke masyarakat.
Distribusi Narapidana ke Lapas Penyangga
Pemilihan Lapas Boalemo dan Pohuwato sebagai tujuan pemindahan narapidana didasarkan pada pertimbangan kapasitas dan kondisi Lapas tersebut. Kedua Lapas tersebut dinilai memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung tambahan narapidana dari Lapas Gorontalo. Hal ini memastikan bahwa pemindahan tidak akan menimbulkan masalah baru di Lapas tujuan.
Proses pemindahan narapidana dilakukan secara terencana dan tertib, dengan memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan. Pihak Lapas Gorontalo berkoordinasi dengan Lapas Boalemo dan Pohuwato untuk memastikan proses berjalan lancar dan sesuai prosedur. Data narapidana yang dipindahkan juga dicatat dan dipantau secara ketat untuk memastikan akuntabilitas.
Dengan adanya pemindahan ini, diharapkan Lapas Gorontalo dapat fokus pada peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan bagi narapidana yang tersisa. Kondisi Lapas yang lebih kondusif akan mendukung proses rehabilitasi dan reintegrasi narapidana ke masyarakat.
Ke depannya, pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas Lapas di seluruh Indonesia. Hal ini penting untuk memastikan bahwa sistem pemasyarakatan dapat berjalan efektif dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi narapidana.
"Jika Lapas dalam kondisi overcrowded, ini berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan, pembinaan, perawatan kesehatan, dan pemenuhan hak-hak warga binaan," ungkap Kepala Lapas Kelas IIA Gorontalo, Sulistyo Wibowo.
Kesimpulan
Pemindahan 15 narapidana dari Lapas Gorontalo ke Lapas Boalemo dan Pohuwato merupakan langkah penting dalam mengatasi masalah kelebihan kapasitas dan menciptakan lingkungan Lapas yang lebih kondusif. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas sistem pemasyarakatan di Indonesia dan memastikan pemenuhan hak-hak narapidana.