20,6 Juta Ha Hutan untuk Pangan & Energi: Menhut Pastikan Tanpa Deforestasi
Menteri Kehutanan memastikan rencana pemanfaatan 20,6 juta hektare hutan untuk pangan, energi, dan air tidak melibatkan deforestasi, melainkan optimalisasi lahan terdegradasi melalui agroforestri.
Jakarta, 24 Januari 2024 – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan bahwa rencana pemanfaatan 20,6 juta hektare (ha) lahan hutan untuk mendukung ketahanan pangan, energi, dan air, sama sekali tidak akan dilakukan dengan cara membuka lahan baru atau deforestasi. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menhut saat Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menhut menjelaskan bahwa area seluas 20,6 juta ha yang dimaksud bukanlah hutan primer. Sebaliknya, area tersebut merupakan kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang saat ini kondisinya sudah terbuka. Kerusakan ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti logged over area (LOA) atau bekas tebangan dan bekas kebakaran hutan. Lahan-lahan tersebut dinilai berpotensi untuk dioptimalkan dan diproduksi kembali.
Lebih lanjut, Menhut menjelaskan bahwa rencana optimalisasi lahan ini akan dilakukan melalui program rehabilitasi dan penerapan pola agroforestri atau multi-usaha kehutanan (MUK). Hal ini diyakini dapat meningkatkan fungsi hutan sebagai penyedia pangan, energi, dan air tanpa merusak ekosistem yang ada. Intinya, pemerintah ingin memaksimalkan potensi lahan yang sudah ada, bukan membuka lahan baru.
Program ini diyakini sebagai penyempurnaan dari program food estate yang tengah digalakkan pemerintah. Dengan menerapkan sistem agroforestri atau tumpang sari, berbagai jenis tanaman dapat ditanam dalam satu lahan. Selain tanaman pokok atau pohon dengan jenis MPTF (Multipurpose Tree Species) dan tanaman buah-buahan, lahan juga dapat ditanami tanaman semusim seperti padi gogo dan jagung.
Sistem agroforestri ini diharapkan mampu mendorong swasembada pangan. Menhut mencontohkan, dengan pola tumpang sari untuk penanaman padi di 1 juta hektare lahan, potensi hasil panen mencapai 3,5 juta ton beras. Angka ini setara dengan jumlah impor beras Indonesia, ditambah 1,5 juta ton jagung. Dengan demikian, optimalisasi lahan hutan ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan Indonesia pada impor pangan.
Menhut menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk tidak melakukan deforestasi dalam program ini. Justru sebaliknya, program ini bertujuan untuk memulihkan kondisi hutan yang terdegradasi dan meningkatkan produktivitasnya secara berkelanjutan. Agroforestri dipilih karena dinilai sebagai metode yang efektif dan ramah lingkungan dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain, program ini dirancang untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
Kesimpulannya, rencana pemanfaatan 20,6 juta hektare hutan untuk ketahanan pangan dan energi merupakan upaya strategis pemerintah untuk meningkatkan produktivitas lahan yang sudah terdegradasi. Melalui penerapan agroforestri dan program rehabilitasi, pemerintah berkomitmen untuk mencapai swasembada pangan dan energi tanpa harus membuka lahan hutan baru atau melakukan deforestasi.