AJI Samarinda Gelar Aksi Damai: Sorot Minimnya Jaminan Sosial Jurnalis di Hari Buruh
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda menggelar aksi damai memperingati Hari Buruh, menyoroti rendahnya jaminan sosial dan kekerasan terhadap jurnalis.

Samarinda, 1 Mei 2024 - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda menggelar aksi damai pada peringatan Hari Buruh Internasional di Samarinda, Kalimantan Timur. Aksi ini menyoroti permasalahan krusial yang dihadapi para jurnalis: minimnya jaminan sosial dan maraknya kekerasan terhadap profesi tersebut. Aksi damai ini melibatkan puluhan jurnalis yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasar sebagai pekerja.
Ketua AJI Samarinda, Yuda Almerio, menekankan bahwa jurnalis merupakan bagian integral dari kelompok buruh. Mereka bekerja di bidang informasi, menghadapi tantangan unik seperti tenggat waktu yang ketat, risiko fisik dan psikis yang tinggi, serta minimnya perlindungan sosial. "Jurnalis bekerja di bawah tekanan tenggat waktu, dengan risiko fisik maupun psikis yang tinggi," ujar Yuda.
Kondisi ini diperparah oleh realita pahit yang dialami banyak jurnalis, khususnya kontributor dan pekerja lepas. Mereka seringkali bekerja tanpa kontrak kerja yang jelas, menerima upah di bawah standar layak, dan tanpa jaminan sosial yang memadai. Lemahnya perlindungan hukum dan jaminan sosial dari perusahaan media semakin memperburuk situasi.
Tuntutan Utama AJI Samarinda
Dalam aksi damai tersebut, AJI Samarinda menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, pengakuan jurnalis sebagai pekerja yang berhak atas upah layak, kontrak kerja yang adil, dan perlindungan jaminan sosial yang memadai. Kedua, penghentian segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan berbasis gender. Ketiga, penciptaan ruang redaksi yang aman dan setara, terutama bagi jurnalis perempuan.
Yuda Almerio menambahkan, "Banyak dari mereka (jurnalis kontributor) yang masih diupah tidak layak, tanpa kontrak kerja yang jelas, bahkan tanpa jaminan sosial. Ini adalah realitas buruh yang harus diakui dan diperjuangkan." Kondisi ini menggambarkan kesenjangan yang signifikan antara beban kerja dan perlindungan yang diterima oleh para jurnalis.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Samarinda, Hasyim Ilyas, turut menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan berbasis gender. Kekerasan ini tidak hanya terjadi di lapangan, tetapi juga di lingkungan kerja. "Ini harus dihentikan. Ruang kerja media harus menjadi ruang yang aman dan setara," tegas Hasyim.
Kekerasan Berbasis Gender: Ancaman Nyata bagi Jurnalis Perempuan
Hasyim Ilyas menjelaskan lebih lanjut tentang ancaman kekerasan berbasis gender yang dihadapi jurnalis perempuan. Mereka tidak hanya menghadapi intimidasi fisik di lapangan, tetapi juga pelecehan verbal dan seksual di lingkungan kerja. Kondisi ini menunjukkan pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang aman dan setara bagi semua jurnalis, tanpa memandang gender.
AJI Samarinda juga menekankan pentingnya solidaritas antar pekerja, termasuk buruh media, untuk memperjuangkan hak-hak dasar pekerja, kebebasan pers, dan ruang sipil yang lebih adil. "Merdekanya pers bergantung pada merdekanya buruh media," pungkas Hasyim Ilyas.
Kondisi Jurnalis Kontributor dan Pekerja Lepas
Kondisi memprihatinkan dialami oleh banyak jurnalis kontributor dan pekerja lepas. Mereka seringkali bekerja tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial yang memadai. Hal ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan ketidakadilan di tempat kerja. AJI Samarinda mendesak agar perusahaan media memberikan perhatian serius terhadap kesejahteraan para jurnalis kontributor dan pekerja lepas.
Aksi damai ini menjadi pengingat penting akan pentingnya perlindungan dan kesejahteraan jurnalis sebagai pilar demokrasi. Perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dasar sebagai pekerja, termasuk jaminan sosial dan penghentian kekerasan, masih terus berlanjut.