Anggota DPR Ingatkan: Pidato Presiden Prabowo Harus Jadi Kompas Bangsa, Bukan Sekadar Retorika Belaka
Anggota DPR RI Novita Hardini menegaskan bahwa Pidato Presiden Prabowo di Sidang Tahunan MPR RI harus menjadi kompas arah bangsa, bukan hanya retorika. Apa saja poin pentingnya?

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Novita Hardini, memberikan penekanan penting terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI pada Jumat, 15 Agustus 2025. Menurut Novita, pidato kenegaraan tersebut harus diinterpretasikan sebagai sebuah kompas atau pedoman arah bagi perjalanan bangsa ke depan, bukan sekadar rangkaian kata-kata seremonial.
Pernyataan ini disampaikan Novita Hardini kepada ANTARA dari Jakarta pada Minggu, 17 Agustus 2025. Ia menegaskan bahwa esensi pidato Presiden melampaui formalitas, melainkan merupakan peta jalan politik, ekonomi, dan sosial yang akan memandu Indonesia selama lima tahun mendatang. Oleh karena itu, tanpa langkah nyata dan implementasi konkret, kompas tersebut tidak akan memiliki arti dan fungsi yang berarti.
Novita Hardini juga menyoroti lima poin krusial yang ia catat dari pidato Presiden Prabowo. Poin-poin tersebut mencakup berbagai aspek fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari landasan demokrasi hingga isu-isu ekonomi dan sosial yang mendesak. Penekanan pada implementasi menjadi kunci agar setiap visi yang disampaikan dapat terwujud nyata.
Demokrasi dan Nomokrasi: Keseimbangan Fondasi Bangsa
Salah satu poin utama yang digarisbawahi Novita Hardini adalah pentingnya keseimbangan antara demokrasi dan nomokrasi. Ia menjelaskan bahwa demokrasi tanpa nomokrasi, yakni supremasi hukum, berpotensi mengarah pada tirani mayoritas. Sebaliknya, nomokrasi tanpa demokrasi dapat menimbulkan risiko otoritarianisme yang mengekang kebebasan warga negara.
Oleh karena itu, Novita menekankan perlunya menjaga konsistensi dalam penguatan kebebasan pers, transparansi anggaran negara, dan perlindungan hak-hak sipil masyarakat. Aspek-aspek ini merupakan pilar penting untuk memastikan bahwa kedua prinsip tersebut dapat berjalan beriringan. Keseimbangan ini menjadi fondasi bagi terciptanya tatanan masyarakat yang adil dan beradab.
Kedaulatan Ekonomi dan Tambang Ilegal: Tantangan Pemerataan
Dalam konteks kedaulatan ekonomi, Novita Hardini menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicita-citakan harus diterjemahkan menjadi pemerataan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ia mengingatkan agar kebijakan ekonomi tidak hanya menguntungkan kelompok konglomerasi besar. Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang merupakan tulang punggung pendapatan negara, harus mendapatkan perhatian lebih.
Novita juga mendesak adanya langkah nyata dalam penegakan hukum terhadap tambang ilegal. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti pada wacana semata. Praktik tambang ilegal tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, menghancurkan potensi pariwisata, serta berdampak negatif pada kehidupan dan ekonomi masyarakat lokal.
Efisiensi Berkeadilan dan Peningkatan SDM: Investasi Masa Depan
Poin keempat yang disoroti adalah efisiensi berkeadilan dalam pengelolaan anggaran negara. Novita mengapresiasi langkah pemerintah dalam menyelamatkan sekitar Rp300 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari potensi penyelewengan. Namun, ia mengingatkan bahwa efisiensi ini harus dilakukan secara adil agar tidak menciptakan ketimpangan baru di masyarakat.
Terakhir, Novita menyoroti pentingnya pendidikan dan sumber daya manusia (SDM). Ia menilai program seperti Makan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat, dan peningkatan kesejahteraan guru sebagai langkah yang baik. Namun, ia menekankan bahwa literasi digital dan keterampilan abad ke-21 juga harus menjadi perhatian utama dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Pidato Presiden, menurutnya, harus terus dikawal agar tidak hanya menjadi janji, melainkan terwujud dalam kebijakan yang berpihak pada rakyat.