Apindo Tekankan Pentingnya Partisipasi Publik dalam Kebijakan Pemerintah
Ketua Apindo, Shinta Kamdani, menyoroti perlunya keterlibatan publik, khususnya pelaku usaha, dalam perancangan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan kepercayaan dunia usaha, serta mendorong kajian dampak regulasi dan konsultasi publik y
![Apindo Tekankan Pentingnya Partisipasi Publik dalam Kebijakan Pemerintah](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/000125.794-apindo-tekankan-pentingnya-partisipasi-publik-dalam-kebijakan-pemerintah-1.jpg)
Jakarta, 10 Februari 2024 - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menekankan pentingnya peran serta publik, terutama pelaku usaha dan para ahli, dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah. Hal ini disampaikan dalam acara "The Business Environment in Indonesia: Exploring the Worldbank's Business Ready Report" di Jakarta.
Menurut Shinta, transparansi dan konsultasi yang lebih baik akan meningkatkan efektivitas kebijakan dan kepercayaan dunia usaha terhadap pemerintah. Ia mencontohkan proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang menurutnya masih perlu perbaikan dalam hal konsultasi dan komunikasi.
Perbaikan Konsultasi dan Komunikasi Kebijakan
"Bagaimana pengumuman tentang upah minimum dan hal-hal seperti itu tidak dilakukan dengan konsultasi yang tepat, dan kami sepenuhnya memahami apa yang diinginkan pemerintah. Namun, saya rasa perlu ada cara konsultasi dan komunikasi yang lebih baik," ujar Shinta.
Padahal, formula pengupahan telah disepakati dalam Omnibus Law dan aturan turunannya. Ketidakjelasan dan kurangnya konsultasi ini berdampak pada kurang optimalnya penerapan kebijakan tersebut.
Keselarasan Kebijakan Perdagangan, Investasi, dan Industri
Shinta juga menyoroti pentingnya kesinambungan antara kebijakan perdagangan, investasi, dan industri. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus saling mendukung untuk menciptakan ekosistem bisnis yang kompetitif.
Sebuah survei Apindo menunjukkan bahwa 80 persen pelaku usaha tidak pernah terlibat dalam konsultasi kebijakan yang nyata, sementara 58 persen menilai kebijakan perdagangan tidak dikonsultasikan secara memadai dengan dunia usaha. Angka ini menunjukkan adanya celah besar antara pemerintah dan pelaku usaha.
Pentingnya Daya Saing Industri Domestik
Shinta menambahkan, pelaku usaha hanya akan berpartisipasi dalam perdagangan jika industri domestik memiliki keunggulan kompetitif. Sebaliknya, impor akan meningkat jika daya saing industri lokal lemah. Ini menunjukkan perlunya penyusunan kebijakan perdagangan, investasi, dan industri secara terpadu dan holistik.
"Ini adalah peringatan bagi kita organisasi industri, juga asosiasi bisnis, karena ini adalah bagian dari peran kita, bagaimana kita dapat melibatkan lebih banyak pelaku usaha dan melibatkan mereka sebelum banyak kebijakan perdagangan ini dikeluarkan. Jadi, mereka yang juga terlibat merasa proses konsultasi kurang dalam hal konsistensi, efisiensi, dan dampak investasi regulasi," katanya.
Solusi: Regulatory Impact Assessment dan Konsultasi Publik yang Lebih Bermakna
Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan, Shinta meminta pemerintah untuk menerapkan dua langkah utama: regulatory impact assessment (RIA) atau kajian dampak regulasi sebelum kebijakan diterapkan, serta konsultasi publik yang lebih bermakna antara pemerintah dan sektor swasta.
"Kami meminta pemerintah untuk benar-benar melakukan regulatory impact assessment (RIA) sebelum mengeluarkan kebijakan dan meningkatkan konsultasi publik dengan sektor swasta. Kami senang Kementerian Investasi sudah mulai membuka ruang ini, dan harapannya kementerian lain bisa mengikuti langkah serupa," ungkap Shinta.
Dengan melibatkan publik secara aktif dalam proses perencanaan kebijakan, pemerintah diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha serta masyarakat luas. Partisipasi publik yang lebih baik akan membangun kepercayaan dan kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah dan sektor swasta, menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di Indonesia.