APNI: Tekanan Global Tak Goyahkan Hilirisasi Nikel Indonesia
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menegaskan komitmennya terhadap hilirisasi nikel meskipun menghadapi tekanan global yang signifikan, demi meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.

Jakarta, 15 Mei 2024 - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mundur dari kebijakan hilirisasi nikel, meskipun menghadapi tekanan internasional yang besar. Langkah ini diambil untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Tekanan tersebut datang dari berbagai pihak, termasuk negara-negara yang sebelumnya menikmati pasokan bijih nikel mentah dari Indonesia.
Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, membantah kampanye negatif yang menyebut nikel Indonesia sebagai "dirty nickel" sebagai tidak adil. Ia menjelaskan bahwa hilirisasi tidak hanya dilakukan pada nikel, tetapi juga pada berbagai industri manufaktur lainnya. Lebih lanjut, Meidy menekankan keberhasilan Indonesia dalam menguasai pangsa pasar produksi nikel dunia, mencapai lebih dari 60 persen. "Saya kira nikel ini terlalu over success. Indonesia saat ini sudah 60 persen lebih ya memegang market share dunia untuk production dan kedua ada beberapa negara mungkin worry pada saat kita menguasai bahan baku untuk energi ke depan. Contohnya bahan baku baterai mobil listrik," ungkap Meidy.
APNI juga menyoroti dampak positif hilirisasi nikel terhadap perekonomian daerah, seperti peningkatan pendapatan daerah di Sulawesi, Maluku Utara, dan daerah lainnya. Selain itu, hilirisasi juga telah menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor nikel secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hilirisasi nikel memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hilirisasi Nikel: Antara Tekanan Global dan Komitmen Nasional
APNI menegaskan komitmennya terhadap industri hijau (green industry) melalui transisi energi dengan memanfaatkan teknologi baru kendaraan listrik (EV), seperti penggunaan truck EV dan alat berat EV. Upaya pelestarian lingkungan juga menjadi prioritas, dengan kerjasama aktif bersama para ahli untuk meminimalisir dampak pencemaran lingkungan. "Kami bicara dengan profesor air. Bagaimana mengekstrak pencemaran air, sehingga tidak terlalu berdampak kepada pemukiman, masyarakat, usaha masyarakat untuk pertanian, irigasi," jelas Meidy.
Untuk memastikan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, perusahaan-perusahaan anggota APNI seperti Harita Nickel dan Vale Indonesia mengikuti audit dari Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA). IRMA merupakan lembaga independen yang menerapkan standar keberlanjutan yang sangat ketat dan komprehensif. Keikutsertaan dalam audit IRMA menunjukkan komitmen APNI terhadap praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
APNI juga telah melakukan kunjungan ke beberapa produsen mobil listrik terkemuka seperti Tesla, Mercedes, dan BMW untuk mendapatkan masukan mengenai rantai pasok nikel. "Mereka mengerti keadaan Indonesia tidak sama dengan negara penghasil nikel lain. Jadi jangan dipaksa standar Eropa," tegas Meidy.
Tantangan dan Solusi di Sektor Hilirisasi Nikel
Saat ini, Indonesia telah memiliki 95 smelter nikel dan akan bertambah menjadi 145 smelter. Menyadari potensi kekurangan cadangan nikel untuk memenuhi kebutuhan smelter, APNI telah meminta pemerintah untuk menghentikan investasi smelter baru sejak dua tahun lalu. "Kekhawatiran kita kan dari cadangan nikel, cadangan kita tidak mampu untuk meng-cover keseluruhan konsumsi bahan baku biji nikel domestik. Kita tahu kan akhirnya smelter pada impor nikel dari Filipina beberapa waktu lalu, itu benar," ungkap Meidy.
Ahmad Redi, pengamat hukum energi dan pertambangan Universitas Tarumanegara, melihat serangan terhadap hilirisasi mineral sebagai bentuk perang dagang yang merugikan negara-negara yang sebelumnya mengandalkan pasokan bijih nikel dari Indonesia. Larangan ekspor nikel pada tahun 2020 telah mengubah peta perdagangan nikel dunia dan memicu gugatan dari Uni Eropa ke WTO. "Tetapi Ancaman gugatan WTO, tarif Trump, lalu ada Green Deal di Uni Eropa, serta kampanye soal lingkungan jangan sampai mengancam ekonomi Indonesia yang ingin meningkatkan nilai tambah mineral," kata Redi.
Meskipun menghadapi berbagai tekanan, APNI tetap berkomitmen untuk melanjutkan hilirisasi nikel. Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. APNI juga terus berupaya untuk menjaga praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, serta memastikan keberlanjutan industri nikel Indonesia.