Bappebti Perkuat Perdagangan Nikel di Bursa Berjangka: Optimalkan Potensi Komoditas Unggulan
Bappebti berupaya memperkuat perdagangan nikel melalui bursa berjangka untuk mengoptimalkan pendapatan negara dan membentuk harga acuan nikel sendiri, mengatasi kesenjangan harga dengan pasar internasional serta tantangan ESG.
![Bappebti Perkuat Perdagangan Nikel di Bursa Berjangka: Optimalkan Potensi Komoditas Unggulan](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/01/31/230215.673-bappebti-perkuat-perdagangan-nikel-di-bursa-berjangka-optimalkan-potensi-komoditas-unggulan-1.jpeg)
Bappebti Dorong Perdagangan Nikel di Bursa Berjangka
Kepala Bappebti, Tirta Karma Senjaya, menyatakan komitmennya untuk memperkuat perdagangan nikel melalui bursa berjangka di Indonesia. Langkah ini diyakini akan mengoptimalkan potensi nikel sebagai komoditas unggulan dan meningkatkan pendapatan negara. Saat ini, harga nikel masih mengacu pada pasar internasional, sehingga Bappebti berupaya menciptakan harga referensi sendiri.
Mengapa Perdagangan Berjangka Penting?
Indonesia, sebagai produsen nikel terbesar dunia, perlu mengoptimalkan perdagangan komoditas ini. Perdagangan berjangka melalui Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) dinilai sebagai instrumen yang tepat. Langkah ini sejalan dengan program hilirisasi pemerintah, penguatan pasar domestik, peningkatan ekspor, dan pengembangan pelaku usaha di sektor ini. Nikel memiliki potensi besar sebagai subjek kontrak berjangka di Bursa Berjangka Indonesia, sesuai amanat UU No. 10 Tahun 2011.
Potensi dan Tantangan Perdagangan Nikel
Penggunaan nikel semakin meluas, terutama di industri baterai kendaraan listrik, sehingga fluktuasi harganya tinggi. Data United States Geological Survey menunjukkan produksi nikel Indonesia mencapai 1,8 juta ton dari total produksi global 3,6 juta ton pada 2023. Indonesia juga merupakan eksportir nikel terbesar dunia, dengan Tiongkok, Jepang, Norwegia, Belanda, dan Korea Selatan sebagai pasar utama. Meskipun demikian, Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, mengingatkan berbagai tantangan yang perlu diatasi.
Kesenjangan Harga dan Tantangan ESG
Meskipun Indonesia telah menetapkan Harga Patokan Mineral (HPM) nikel melalui Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020, terdapat kesenjangan sekitar 40 persen antara HPM dan harga internasional. Pada 2024, rata-rata HPM bijih nikel 1,8 persen hanya 36 dolar AS per MT, sementara harga internasional mencapai 63 dolar AS per MT. Kesenjangan ini mencapai 6,36 miliar dolar AS sepanjang 2024, sedangkan nilai ekspor produk turunan nikel mencapai 20,28 miliar dolar AS (Januari-November 2024).
Salah satu tantangan utama adalah penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Uni Eropa, misalnya, mewajibkan paspor baterai dengan parameter ESG pada 2027. Ini menunjukkan perlunya Indonesia memperhatikan aspek ESG dalam perdagangan nikel global.
Kesimpulan
Bappebti mengambil langkah strategis untuk memperkuat perdagangan nikel melalui bursa berjangka. Langkah ini penting untuk mengoptimalkan pendapatan negara, mengatasi kesenjangan harga dengan pasar internasional, dan menghadapi tantangan ESG di pasar global. Dengan potensi besar nikel dan upaya pemerintah, Indonesia diharapkan dapat menjadi penentu harga nikel di pasar dunia.