ASN Sulsel Boleh Kerja Fleksibel Tiga Hari, Efisiensi Anggaran Jadi Alasan
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, mengizinkan ASN Pemprov Sulsel untuk menerapkan sistem kerja fleksibel tiga hari dalam seminggu guna meningkatkan efisiensi anggaran dan operasional.

Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman, resmi mengizinkan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Sulsel untuk menerapkan sistem kerja fleksibel dengan bekerja di kantor minimal tiga hari dalam seminggu. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 293/II/Tahun 2025 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kedinasan Secara Fleksibel di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel, tertanggal 28 Februari 2025. Kebijakan ini diumumkan di Makassar pada Senin, 3 Maret 2025, dan bertujuan utama untuk meningkatkan efisiensi anggaran pemerintah daerah.
Keputusan ini diambil sebagai langkah strategis untuk mengoptimalkan kinerja ASN sekaligus memangkas pengeluaran operasional. Sistem kerja fleksibel ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap produktivitas ASN, karena memberikan kelonggaran dan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Namun, penerapannya tetap memperhatikan kode etik dan perilaku ASN, serta menghindari dampak negatif yang dapat menurunkan citra dan kepercayaan publik terhadap Pemprov Sulsel.
Surat keputusan tersebut secara rinci menjelaskan pedoman pelaksanaan kerja fleksibel. Salah satu poin pentingnya adalah penegasan bahwa ASN tetap wajib bekerja di kantor minimal tiga hari dalam seminggu. Sisanya, ASN dapat bekerja dari lokasi lain, dengan persyaratan dan batasan tertentu yang diatur secara ketat oleh pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk memastikan kelancaran pelayanan publik dan tetap menjaga profesionalisme ASN.
Ketentuan Kerja Fleksibel ASN Pemprov Sulsel
Dalam surat keputusan tersebut, terdapat delapan poin penting yang mengatur pelaksanaan kerja fleksibel bagi ASN Pemprov Sulsel. Poin pertama menegaskan bahwa pelaksanaan tugas kedinasan secara fleksibel dapat dilakukan dari kantor atau lokasi lain, selama tidak melanggar kode etik dan perilaku ASN. Poin kedua mengatur frekuensi kerja, yaitu minimal tiga hari kerja di kantor dan sisanya dapat bekerja dari lokasi lain, dengan maksimal 30 persen dari jumlah ASN di setiap perangkat daerah atau unit kerja.
Poin ketiga menjelaskan kriteria pekerjaan yang dapat dilakukan secara fleksibel dari lokasi lain. Pekerjaan tersebut meliputi perumusan kebijakan, pekerjaan yang tidak memerlukan tatap muka langsung dengan pengguna layanan, pekerjaan yang dapat dilakukan secara daring, dan pekerjaan yang berhubungan dengan urusan protokol Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah. Kriteria lain dapat ditentukan oleh masing-masing kepala perangkat daerah atau unit kerja.
Penerapan sistem kerja fleksibel ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi ASN dan pemerintah daerah. ASN akan memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam mengatur waktu kerja mereka, sementara pemerintah daerah dapat menghemat anggaran operasional. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kedisiplinan dan tanggung jawab masing-masing ASN dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Dampak dan Harapan Sistem Kerja Fleksibel
Diharapkan, kebijakan ini tidak hanya berdampak pada efisiensi anggaran, tetapi juga pada peningkatan produktivitas ASN. Dengan adanya fleksibilitas waktu dan tempat kerja, ASN dapat mengatur waktu kerjanya secara lebih efektif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas pekerjaan. Namun, perlu pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa sistem kerja fleksibel ini tidak disalahgunakan dan tetap berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ASN. Dengan adanya fleksibilitas waktu kerja, ASN dapat lebih mudah menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Hal ini dapat mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kepuasan kerja ASN. Namun, perlu diimbangi dengan komitmen dan disiplin tinggi dari para ASN agar tetap produktif dan bertanggung jawab.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan perlu melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan kebijakan ini untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan efektif dan efisien serta memberikan dampak positif bagi ASN dan pemerintah daerah. Evaluasi ini penting untuk melihat sejauh mana kebijakan ini telah mencapai tujuan yang diharapkan dan untuk melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Secara keseluruhan, kebijakan kerja fleksibel ini merupakan langkah inovatif yang patut diapresiasi. Namun, kesuksesannya bergantung pada komitmen semua pihak, baik dari pemerintah maupun ASN itu sendiri. Dengan pengawasan yang ketat dan disiplin yang tinggi, sistem kerja fleksibel ini berpotensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas di lingkungan Pemprov Sulsel.