Atraksi Pukul Sapu Lidi: Warisan Budaya Maluku yang Sarat Makna
Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, melihat atraksi pukul sapu lidi sebagai ajang promosi budaya sekaligus perekat persaudaraan, yang juga menyimpan nilai historis perjuangan melawan penjajah.

Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menyatakan bahwa atraksi pukul sapu lidi yang diadakan setiap 7 Syawal di Desa Mamala dan Morela merupakan cara efektif untuk mempromosikan budaya Maluku. Atraksi ini, yang melibatkan dua kelompok pemuda yang saling mencambuk dengan sapu lidi, memiliki makna mendalam bagi persatuan dan persaudaraan masyarakat Maluku. Kegiatan ini juga menampilkan berbagai tarian tradisional, seperti Tari Katreci, Tari Reti, Tari Cakalele, dan Tari Saliwangi, serta menceritakan kisah-kisah sejarah perjuangan masyarakat Maluku.
Menurut Gubernur Lewerissa, atraksi pukul sapu lidi bukan sekadar hiburan, tetapi juga mengandung nilai historis yang penting. Atraksi ini merepresentasikan semangat juang dan patriotisme para pejuang Maluku, khususnya perjuangan Kapitan Tulukabessy dan pasukannya melawan penjajah Portugis dan VOC pada abad ke-16. Atraksi ini mengajarkan nilai-nilai penting seperti pengorbanan, keberanian, dan persatuan.
Lebih lanjut, Gubernur Lewerissa menekankan pentingnya melestarikan tradisi ini sebagai warisan budaya leluhur. Beliau berharap agar nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam atraksi ini dapat terus tertanam dalam karakter anak-anak Maluku dan menjadi inspirasi untuk membangun Maluku yang lebih baik. Beliau mengajak masyarakat untuk merenungkan dan memperkuat nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Mengenal Lebih Dekat Atraksi Pukul Sapu Lidi
Atraksi pukul sapu lidi, atau yang dikenal juga sebagai bakupukul manyapu, melibatkan dua kelompok pemuda, masing-masing beranggotakan 20 orang. Mereka saling mencambuk tubuh satu sama lain menggunakan lidi enau sepanjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul hanya dari dada hingga perut.
Lidi enau dipilih karena ketersediaannya di daerah tersebut dan dianggap sebagai alat yang cukup lentur untuk menghindari cedera serius. Meskipun terlihat keras, tradisi ini memiliki aturan yang ketat untuk memastikan keselamatan para peserta. Sebelum atraksi dimulai, biasanya dilakukan ritual adat untuk memohon keselamatan dan kelancaran acara.
Tradisi ini bukan hanya sekadar atraksi fisik, tetapi juga mengandung unsur seni dan ritual. Gerakan-gerakan yang dilakukan selama atraksi terkadang diiringi oleh musik tradisional dan nyanyian. Hal ini menambah nilai estetika dan memperkaya pengalaman bagi para penonton.
Makna Historis dan Nilai Budaya
Secara historis, atraksi pukul sapu lidi dikaitkan dengan perjuangan Kapitan Telukabessy dan pasukannya dalam mempertahankan Benteng Kapahaha dari serangan VOC. Meskipun mengalami kekalahan, semangat juang dan pengorbanan mereka diabadikan melalui tradisi ini. Saling mencambuk dengan lidi enau menggambarkan rasa sakit dan pengorbanan yang dilakukan para pejuang.
Tradisi ini juga berfungsi sebagai perekat persaudaraan masyarakat di Desa Mamala dan Morela. Dengan berpartisipasi dalam atraksi ini, para pemuda menunjukkan rasa kebersamaan dan solidaritas. Mereka saling mendukung dan menjaga satu sama lain selama atraksi berlangsung. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat.
Atraksi pukul sapu lidi merupakan contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai penting seperti keberanian, pengorbanan, persatuan, dan persaudaraan. Dengan melestarikannya, kita turut menjaga identitas dan kekayaan budaya bangsa.
Sebagai penutup, atraksi pukul sapu lidi tidak hanya menjadi daya tarik wisata budaya Maluku, tetapi juga menjadi simbol ketahanan dan semangat juang masyarakat Maluku. Tradisi ini mengajarkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, serta melestarikan warisan budaya leluhur untuk generasi mendatang.