Aturan Kenaikan Royalti Tambang Hampir Selesai, Berlaku Sebelum Lebaran?
Kementerian ESDM menyatakan revisi regulasi kenaikan royalti tambang hampir final dan telah diserahkan ke Setneg; usulan kenaikan untuk enam komoditas minerba bertujuan meningkatkan PNBP.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa revisi regulasi mengenai kenaikan royalti untuk komoditas mineral dan batu bara (minerba) telah memasuki tahap akhir dan telah diserahkan kepada Kementerian Sekretariat Negara. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno, usai menghadiri Mining Forum di Jakarta pada Selasa. Kenaikan royalti ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih seimbang antara negara dan perusahaan tambang.
Meskipun proses revisi sudah hampir rampung, Tri Winarno masih belum dapat memastikan apakah regulasi tersebut akan berlaku sebelum Lebaran 2025. Ia menjelaskan bahwa hal ini masih bergantung pada berbagai faktor, termasuk koordinasi dengan Kementerian Keuangan. "Mungkin, ya. Mungkin (terbit sebelum Lebaran)," ujar Tri Winarno, memberikan pernyataan yang masih bersifat tentatif.
Pernyataan tersebut muncul setelah Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengirimkan surat kepada Kementerian ESDM untuk meminta peninjauan ulang rencana kenaikan tarif royalti. Menanggapi hal ini, Tri Winarno menyatakan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan masukan tersebut, namun dengan catatan. Pemerintah membutuhkan data yang lebih komprehensif dan detail mengenai dampak negatif kenaikan royalti terhadap perusahaan tambang. "Masukannya itu masih nggak komprehensif. Artinya begini, penambang bilang akan rugi. Angka ruginya sebelah mana? Kami dari pemerintah kan melihat aturan keuangan, dan tidak 1-2 perusahaan saja, minimal 10 perusahaan untuk masing-masing klaster,” tegas Tri Winarno.
Pertimbangan Kenaikan Royalti dan Komoditas yang Terkena Dampak
Kementerian ESDM mengusulkan kenaikan tarif royalti untuk enam komoditas minerba, yaitu batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah. Tujuan utama dari revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 ini adalah untuk memperbaiki tata kelola dan penerimaan PNBP di sektor minerba. Dalam konsultasi dengan para pemangku kepentingan pada 8 Maret 2024, Tri Winarno menekankan pentingnya revisi ini sebagai upaya untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan.
Pemerintah berharap kenaikan royalti ini dapat meningkatkan pendapatan negara secara signifikan. Namun, pemerintah juga menyadari pentingnya mempertimbangkan dampaknya terhadap industri pertambangan. Oleh karena itu, proses evaluasi dan pertimbangan masukan dari berbagai pihak terus dilakukan untuk mencapai keseimbangan antara peningkatan pendapatan negara dan keberlanjutan industri pertambangan.
Data yang komprehensif dari perusahaan tambang sangat dibutuhkan untuk memastikan kebijakan kenaikan royalti tidak berdampak negatif yang signifikan terhadap operasional perusahaan dan investasi di sektor pertambangan. Pemerintah berkomitmen untuk mendengarkan masukan dari seluruh pihak terkait dan akan terus melakukan dialog untuk mencapai solusi yang terbaik bagi semua pihak.
Proses pengambilan keputusan untuk kenaikan royalti ini melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Koordinasi yang baik antar kementerian sangat penting untuk memastikan regulasi yang dihasilkan dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Revisi PP 26 Tahun 2022
- Revisi PP 26 Tahun 2022 bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
- Enam komoditas tambang yang akan mengalami perubahan tarif royalti adalah batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.
- Pemerintah masih mempertimbangkan masukan dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) terkait rencana kenaikan tarif royalti.
- Kementerian ESDM membutuhkan data yang lebih komprehensif dari perusahaan tambang untuk mengevaluasi dampak kenaikan royalti.
Dengan selesainya revisi regulasi ini, diharapkan akan tercipta sistem pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik dan berkeadilan, serta meningkatkan pendapatan negara untuk pembangunan nasional. Namun, transparansi dan keterbukaan informasi tetap menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini.