Pemerintah Revisi PP, Tarif Royalti Emas dan Nikel Naik!
Pemerintah merevisi dua PP untuk memaksimalkan PNBP sektor minerba, menaikkan tarif royalti emas, nikel, dan batu bara hingga 3 persen, bergantung harga pasar global.

Jakarta, 20 Maret 2024 - Pemerintah tengah melakukan finalisasi revisi terhadap dua Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP Nomor 15 Tahun 2022 dan PP Nomor 26 Tahun 2022. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara (minerba). Revisi ini mencakup penyesuaian tarif royalti untuk beberapa komoditas, termasuk emas, nikel, dan batu bara. Kenaikan tarif ini diputuskan setelah rapat terbatas yang dipimpin Presiden dengan beberapa menteri terkait.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa perubahan tarif royalti sudah hampir final. Perubahan ini, menurutnya, didasarkan pada hasil kajian dan analisis mendalam terhadap kondisi pasar global. "Perubahan sekarang sudah hampir final, sedikit lagi," ujar Bahlil kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Rapat terbatas tersebut dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam rapat tersebut, dibahas berbagai potensi sumber pendapatan negara baru dari sektor minerba, termasuk peningkatan royalti pada komoditas emas, nikel, dan batu bara.
Kenaikan Tarif Royalti dan Pertimbangannya
Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif royalti emas, nikel, dan batu bara sebesar 1,5 persen hingga 3 persen. Besaran kenaikan tersebut akan bergantung pada fluktuasi harga komoditas di pasar global. "Tergantung dan itu fluktuatif ya, kalau harganya naik, kami naikkan kepada yang paling tinggi, kalau harganya lagi turun, kita juga tidak boleh mengenakan pajak yang besar kepada pengusaha, karena kita butuh pengusaha juga berkembang," jelas Menteri Bahlil.
Kebijakan ini diambil untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan perkembangan industri pertambangan. Dengan harga emas dan nikel yang saat ini relatif tinggi, pemerintah menilai perlu adanya penyesuaian tarif royalti agar penerimaan negara juga meningkat. "Harga nikel juga sekarang bagus, harga emas bagus, gak fair dong kalau kemudian harganya naik, kemudian negara tidak mendapatkan pendapatan tambahan. Jadi, ini dalam rangka menjaga keseimbangan saja," tambah Bahlil.
Selain menaikkan tarif royalti komoditas utama, pemerintah juga mempertimbangkan untuk memperluas pengenaan royalti pada produk turunan mineral yang sebelumnya belum dikenakan pajak. Namun, Menteri Bahlil belum merinci produk turunan mineral apa saja yang akan dikenakan royalti.
Dampak dan Harapan Pemerintah
Kenaikan tarif royalti ini akan berlaku untuk semua perusahaan tambang di Indonesia, termasuk perusahaan besar seperti PT Freeport Indonesia. "Sesuai aturan, kami kenakan pajak yang paling tinggi," tegas Bahlil. Pemerintah berharap revisi PP ini dapat meningkatkan kontribusi sektor minerba terhadap penerimaan negara dan menciptakan ekosistem industri pertambangan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan adanya revisi ini, diharapkan akan terjadi peningkatan pendapatan negara dari sektor minerba secara signifikan. Hal ini akan berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain itu, penerapan sistem yang lebih adil diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Revisi ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, karena penerimaan negara yang lebih besar dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur dan teknologi di sektor pertambangan. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi pemain utama di pasar minerba internasional yang lebih kuat dan berkelanjutan.