Dana Tambahan Royalti Minerba: Cukup untuk Biayai JETP hingga 2030?
Kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp353,7 triliun per tahun, dinilai cukup untuk membiayai Just Energy Transition Partnership (JETP).

Jakarta, 09 Mei 2025 - Direktur Eksekutif SUSTAIN, Tata Mustasya, menyatakan bahwa peningkatan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) akan memberikan tambahan dana yang signifikan, bahkan cukup untuk membiayai program Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia hingga tahun 2030. Hal ini disampaikannya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat lalu. Pemerintah baru saja menetapkan kenaikan tarif tersebut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2025 dan PP Nomor 19 Tahun 2025.
Berdasarkan proyeksi harga batu bara periode 2022-2024, pemerintah berpotensi meraih tambahan penerimaan negara sebesar 5,63 miliar dolar AS (Rp84,55 triliun) hingga 23,58 miliar dolar AS (Rp353,7 triliun) per tahun. Angka ini, menurut Tata, jauh lebih besar daripada kebutuhan pendanaan JETP yang mencapai 96,1 miliar dolar AS hingga 2030. Sebelumnya, program ini menghadapi kendala utama berupa keterbatasan pendanaan konkret.
Kebijakan kenaikan tarif royalti ini meliputi penerapan tarif progresif untuk mineral seperti nikel, yang sebelumnya 10 persen, kini dinaikkan menjadi 14-19 persen, bergantung pada Harga Mineral Acuan (HMA). Sementara untuk batu bara, penyesuaian tarif dilakukan berdasarkan jenis izin. Royalti untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dinaikkan, sedangkan untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) justru diturunkan.
Potensi dan Tujuan Peningkatan Royalti Minerba
Tata Mustasya menilai peningkatan pungutan produksi batu bara sebagai langkah strategis pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat transisi energi dan mengatasi krisis iklim. Ia menyebutkan tiga tujuan utama kebijakan ini: pertama, meningkatkan penerimaan negara secara signifikan untuk mempercepat transisi energi; kedua, memberikan disinsentif produksi batu bara agar investasi beralih ke energi bersih dan terbarukan; dan ketiga, mewujudkan keadilan dengan menarik pungutan yang proporsional dari sektor tambang batu bara yang selama ini memperoleh keuntungan besar.
Lebih lanjut, Tata menekankan bahwa "Tarif royalti dan pungutan produksi batu bara lainnya masih harus dinaikkan secara bertahap untuk mencapai ketiga tujuan tersebut." Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki rencana untuk melakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap tarif royalti di masa mendatang.
Peningkatan penerimaan negara dari sektor minerba diharapkan dapat memberikan dukungan finansial yang cukup besar bagi program JETP. Program ini bertujuan untuk membantu Indonesia beralih ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara, sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi emisi karbon.
Rincian Kenaikan Tarif Royalti
- Nikel: Tarif royalti progresif 14-19 persen, disesuaikan dengan Harga Mineral Acuan (HMA).
- Batu Bara: Penyesuaian tarif berdasarkan jenis izin. IUP naik, sementara PKP2B/IUPK turun.
Dengan potensi tambahan penerimaan negara yang signifikan, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap upaya Indonesia dalam mencapai target transisi energi dan mengurangi emisi karbon. Namun, perlu dipantau implementasi kebijakan ini dan dampaknya terhadap sektor pertambangan dan perekonomian secara keseluruhan.
Keberhasilan program JETP sangat bergantung pada ketersediaan pendanaan yang cukup. Dengan potensi tambahan dana dari kenaikan royalti minerba, Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk mencapai tujuan transisi energinya.