BBM Rendah Sulfur: Kunci Udara Lebih Bersih di Indonesia?
Penggunaan BBM rendah sulfur seperti Euro-4 dinilai penting untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia, meskipun membutuhkan investasi dan subsidi yang signifikan.
![BBM Rendah Sulfur: Kunci Udara Lebih Bersih di Indonesia?](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/12/000047.365-bbm-rendah-sulfur-kunci-udara-lebih-bersih-di-indonesia-1.jpeg)
Analis Senior IESR, Julius Christian, menyoroti pentingnya penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur, seperti standar Euro-4, untuk meningkatkan kualitas udara di Indonesia. Dalam media workshop bertema Perbaikan Tata Kelola BBM untuk Mengatasi Persoalan Polusi Udara, Kesehatan dan Ekonomi di Jakarta, Selasa (11/2), Julius menekankan bahwa tanpa perubahan, polusi udara dan penyakit terkait akan meningkat hingga 30 persen pada tahun 2030.
Sumber Polusi Udara di Indonesia
Sektor transportasi, khususnya kendaraan bermotor di jalan raya, menjadi penyumbang utama polusi udara di perkotaan, mencapai 47 persen. Sumber polusi ini bukan hanya dari asap dan debu pembakaran, tetapi juga dari bahan bakar itu sendiri, ausnya rem, dan aktivitas lainnya. Berbeda dengan negara lain yang sudah menggunakan mesin kendaraan lebih maju, sehingga polusi utamanya bukan dari bahan bakar, Indonesia masih menghadapi tantangan kualitas BBM.
Kualitas BBM di Indonesia dan Standar Euro-4
Indonesia masih berupaya meningkatkan standar emisi ke Euro-4, sementara negara lain telah banyak menerapkan Euro-6. Standar Euro-4 mensyaratkan emisi 50 ppm, jauh lebih rendah daripada BBM subsidi di Indonesia yang mencapai 500 ppm atau lebih. Data Kementerian ESDM 2024 menunjukkan Pertalite (90 persen subsidi, 45 persen konsumsi BBM 2023) mengeluarkan 500 ppm, Pertamax 92 (400 ppm), dan Biosolar 48 (2.500 ppm, 26 persen konsumsi BBM 2023). Hanya Pertamax Green dan Pertamax Turbo yang memenuhi standar Euro-4 (50 ppm).
Dampak Penggunaan BBM Euro-4
Penggunaan BBM Euro-4 berpotensi menekan polusi udara di Jabodetabek hingga hampir 90 persen dan mengurangi penyakit terkait polusi hingga 79 persen. Namun, peralihan ke BBM Euro-4 menghadapi tantangan besar. Perlu subsidi sekitar Rp40 triliun hingga 2028 untuk menjaga harga jual tetap kompetitif, serta investasi besar pada kilang-kilang Pertamina untuk meningkatkan produksi BBM berkualitas.
Tantangan Implementasi BBM Euro-4
Saat ini, hanya kilang di Balikpapan yang mampu memproduksi BBM standar Euro-4, sementara kapasitas kilang Balongan (10 ppm) masih terbatas. Kurangnya political will juga menjadi hambatan. Setelah Kementerian Marves membahas isu ini, pembahasan selanjutnya seakan hilang. Namun, Indonesia bisa memanfaatkan peluang dengan mengimpor BBM Euro-4, karena harga pasarnya tidak jauh berbeda dengan BBM Euro-2 (hanya selisih Rp200).
Pandangan dari KPBB
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menambahkan bahwa ketersediaan BBM bersih merupakan masalah utama polusi di Indonesia, dan menghambat adopsi kendaraan ramah lingkungan. Ia menekankan pentingnya rekonstruksi harga BBM, karena harga pokok penjualan (HPP) BBM di Indonesia lebih mahal meskipun kualitasnya lebih buruk dibandingkan negara lain seperti Australia dan Malaysia. Transparansi dalam penerapan HPP sangat diperlukan.
Kesimpulan
Peralihan ke BBM rendah sulfur, khususnya standar Euro-4, merupakan langkah krusial untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia. Meskipun membutuhkan investasi dan subsidi yang signifikan, manfaatnya dalam mengurangi polusi dan penyakit terkait sangat besar. Tantangannya terletak pada ketersediaan anggaran, peningkatan kapasitas kilang, dan komitmen pemerintah untuk mendorong penggunaan BBM yang lebih bersih. Mengimpor BBM berkualitas lebih baik juga bisa menjadi solusi jangka pendek.