BNPP Petakan Intervensi Penanganan Stunting di Perbatasan: Sinergi Antar Kementerian Diperkuat
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) memetakan langkah intervensi stunting di wilayah perbatasan, bersinergi dengan kementerian terkait untuk menurunkan angka stunting dan memastikan pertumbuhan anak optimal.

Jakarta, 20 Maret 2024 - Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) kembali melakukan pemetaan langkah intervensi untuk menangani masalah stunting, atau gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi, di wilayah perbatasan Indonesia. Hal ini dilakukan karena wilayah perbatasan seringkali menghadapi tantangan aksesibilitas dan sumber daya yang terbatas, sehingga membutuhkan strategi khusus dalam penanggulangan stunting.
Pelaksana Harian Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP, Indra Purnama, menjelaskan bahwa BNPP telah aktif terlibat dalam program pencegahan dan penurunan stunting sejak tahun 2020. Upaya ini dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada para camat di wilayah perbatasan. "Diharapkan para camat di perbatasan negara dapat memahami terkait kebijakan pencegahan stunting dengan harapan dapat menurunkan stunting hingga kecamatan dan desa di kawasan perbatasan," ujar Indra dalam keterangannya di Jakarta.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya komprehensif pemerintah untuk mengatasi masalah stunting di seluruh Indonesia, termasuk di daerah perbatasan yang seringkali tertinggal dalam hal akses layanan kesehatan dan gizi. Kerjasama antar kementerian dan lembaga sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program ini.
Sinergi Antar Kementerian dan Lembaga dalam Penanggulangan Stunting
BNPP berkomitmen untuk terus menjalin sinergi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi terbaru dan masukan berharga dalam upaya penanggulangan stunting. Perwakilan dari Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Firial Afra, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah daerah dalam konvergensi program penanggulangan stunting.
Firial menekankan pentingnya mencegah munculnya kasus stunting baru. "Diharapkan dengan upaya yang dilakukan dapat menjangkau seluruh target," katanya. Ia juga menyarankan BNPP untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam memetakan akar masalah stunting, sehingga perencanaan ke depan dapat lebih terarah dan efektif.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah perlunya evaluasi terhadap intervensi kunci yang selama ini dilakukan, seperti pemberian ASI eksklusif, penyediaan air bersih dan sanitasi. "Kenapa intervensi kunci yang menjadi perhatian, seperti pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, penyediaan air bersih dan sanitasi masih belum berhasil sehingga untuk dapat didiskusikan dalam forum koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di pemerintah daerah," jelas Firial.
Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Sekretariat Wakil Presiden, Zeny Darmawan, menambahkan bahwa stunting merupakan kondisi pertumbuhan linier dan perkembangan anak yang terhambat akibat kekurangan gizi dan infeksi berulang. Faktor-faktor penyebab stunting yang umum ditemukan antara lain kemiskinan, akses terbatas terhadap layanan kesehatan, sanitasi yang tidak layak, dan kurangnya kesadaran orang tua atau pengasuh terkait gizi dan pemberian ASI.
Peran BKKBN dan Data Terkini
Direktur Bina Penggerak Lini Lapangan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Lidya, turut memberikan saran terkait strategi penanggulangan stunting. BKKBN memiliki dashboard dari Satuan Tugas Penanggulangan Stunting, namun sempat terputus karena kendala kontrak pendampingan di lapangan. BKKBN lebih fokus pada advokasi dan pendampingan melalui 18.000 Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan 600.000 Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan dan pemantauan ibu hamil hingga 1000 hari pertama kehidupan anak. Intervensi yang diberikan berbeda antara anak di bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun; anak di bawah 2 tahun difokuskan pada asupan gizi, sedangkan anak di atas 2 tahun juga memperhatikan tumbuh kembang motoriknya. "Keberhasilan menurunkan stunting perlu disertai dengan strategi oleh pemda setempat dan dipantau oleh kementerian/lembaga," imbuh Lidya.
Perwakilan dari Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan/BKKBN, Ira, menyampaikan bahwa pemutakhiran data telah dilakukan pada Agustus 2024, dengan verifikasi dan validasi di semester 1 2024. Hingga saat ini, telah terdata 72 juta keluarga dari estimasi 87 juta keluarga (82,2 persen). Pusdatin juga sedang mengembangkan dashboard KRS geospasial untuk memudahkan akses dan penggunaan data.
Kerjasama antara BNPP, Kemendagri, dan BKKBN sangat penting untuk memastikan keberhasilan program penanggulangan stunting di wilayah perbatasan. Dengan pemetaan yang tepat dan sinergi antar kementerian, diharapkan angka stunting di wilayah perbatasan dapat ditekan dan tercipta generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.