BPK Siapkan Pelatihan Global untuk Audit Ekonomi Biru: Mengapa Konsep Ini Penting untuk Masa Depan Laut?
BPK RI gelar pelatihan internasional audit Ekonomi Biru bagi lembaga audit negara dunia. Pelatihan ini krusial untuk memastikan tata kelola kelautan berkelanjutan.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) baru-baru ini menginisiasi pelatihan internasional krusial bagi lembaga audit negara (SAIs) dari berbagai belahan dunia. Pelatihan ini berfokus pada pemeriksaan konsep vital, yaitu ekonomi biru. Langkah strategis ini bertujuan memperkuat kapasitas audit dalam tata kelola kelautan yang berkelanjutan.
Kegiatan bertajuk "Hands-on Audit Training in the Blue Economy: Tools and Techniques in Fishery" ini dibuka pada 7 Agustus di Bali. Sebanyak 28 peserta dari 13 negara turut serta, menunjukkan komitmen global terhadap isu ini. Mereka akan mempelajari pendekatan dan teknik audit yang relevan.
Anggota IV BPK, Haerul Saleh, menekankan pentingnya peran SAIs dalam memastikan akuntabilitas kebijakan maritim. Konsep ekonomi biru sendiri menyelaraskan pembangunan ekonomi dengan keberlanjutan biota laut. Ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) 14.
Pentingnya Audit dalam Konsep Ekonomi Biru
Ekonomi biru adalah sebuah konsep pembangunan yang menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan laut. Konsep ini memastikan bahwa kepentingan ekonomi, sosial, dan kelestarian biota laut memiliki bobot yang setara. Ini merupakan pendekatan holistik untuk memanfaatkan sumber daya kelautan secara bertanggung jawab.
Sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 14, yaitu "Life Below Water", ekonomi biru menekankan pentingnya menjaga ekosistem laut. Seluruh aktivitas kelautan dan perikanan harus mendukung tujuan keberlanjutan global. Hal ini menjadi landasan bagi kebijakan dan praktik di sektor maritim.
Meskipun demikian, pengelolaan laut masih menghadapi berbagai tantangan serius yang perlu diatasi. Penangkapan ikan ilegal (illegal, unreported, and unregulated fishing), pencemaran laut, serta degradasi habitat pesisir menjadi ancaman nyata. Permasalahan ini memerlukan pengawasan ketat dan kebijakan yang efektif.
Dalam konteks ini, lembaga audit negara (SAIs) memiliki posisi yang sangat strategis. Mereka berperan penting dalam memastikan bahwa kebijakan maritim berjalan akuntabel, transparan, dan berkelanjutan. Audit yang efektif dapat mendorong perbaikan tata kelola dan kepatuhan terhadap regulasi.
Pilar Kebijakan Kelautan Indonesia dan Pelaksanaan Pelatihan
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, memaparkan lima pilar utama kebijakan kelautan Indonesia dalam kerangka ekonomi biru. Pilar-pilar ini mencakup perluasan kawasan konservasi laut dan penangkapan ikan terukur. Selain itu, pengembangan akuakultur berkelanjutan juga menjadi fokus utama.
Pilar lainnya adalah pengawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanggulangan sampah laut. Partisipasi masyarakat sangat ditekankan dalam upaya penanggulangan sampah ini. Trenggono sangat mengapresiasi perhatian BPK terhadap sektor kelautan dan perikanan, termasuk ekonomi biru.
Pelatihan pemeriksaan ekonomi biru ini dilaksanakan dalam tiga tahap yang komprehensif. Tahap pertama adalah pembelajaran mandiri pada 21-25 Juli, diikuti pembelajaran jarak jauh pada 28 Juli-1 Agustus. Puncak pelatihan berupa pembelajaran tatap muka berlangsung dari 4-8 Agustus.
Selama sesi tatap muka di Bali, para peserta melakukan kunjungan lapangan ke Buleleng. Mereka mengamati secara langsung praktik ekonomi biru, seperti budi daya ikan bandeng dan perikanan komunitas. Kunjungan ini juga menunjukkan sinergi antara riset, pemerintah, dan industri dalam implementasi ekonomi biru.