BPN NTB Fokus Selesaikan Hak Tenurial, Redistribusi Tanah Ditarget Tahun Depan
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusa Tenggara Barat (NTB) fokus menyelesaikan hak tenurial dan menargetkan redistribusi tanah pada tahun depan setelah terbitnya SK Biru Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah fokus menyelesaikan permasalahan hak tenurial. Hal ini dilakukan melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yang bertujuan untuk pelepasan kawasan hutan dan penataan batas kawasan hutan. Kepala BPN NTB, Lutfi Zakaria, menjelaskan bahwa redistribusi tanah di NTB ditargetkan baru akan dilakukan tahun depan, karena Surat Keputusan (SK) Biru TORA dari Kementerian Kehutanan baru terbit pada tahun ini.
Proses penyelesaian hak tenurial ini melibatkan kolaborasi antara BPN NTB dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB. Data titik kawasan hutan yang dimiliki DLHK NTB menjadi acuan utama dalam penataan batas kawasan hutan. Penataan ini diharapkan menghasilkan area penggunaan lain (APL) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
"Ada banyak penataan kawasan hutan. Tata batas ditata lagi, sehingga nanti ada beberapa yang menjadi APL (area penggunaan lain) dari hasil penataan tersebut," ujar Lutfi Zakaria saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, Mataram, Selasa (11/3).
Penataan Kawasan Hutan dan Redistribusi Tanah
Lutfi Zakaria menjelaskan bahwa hingga saat ini, belum ada lahan TORA di NTB yang siap untuk diredistribusikan. BPN NTB terus berupaya menyelesaikan berbagai sengketa lahan yang berpotensi menjadi sumber TORA. Program redistribusi tanah di NTB sendiri mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dari 31 ribu bidang tanah seluas 44 ribu hektare pada tahun 2019, angka tersebut turun menjadi 3.750 bidang tanah pada tahun 2023, dan diproyeksikan tidak ada redistribusi tanah pada tahun 2025.
Meskipun demikian, BPN NTB tetap berkomitmen untuk menyelesaikan konflik tenurial yang ada. "Kalau konflik, kami juga tetap menyelesaikan nanti berproses. Kalau suatu saat sudah selesai konfliknya nanti kami ajukan untuk redistribusi tanah apabila itu skemanya memang redistribusi tanah," tambah Lutfi.
Salah satu contoh konflik tenurial yang telah diselesaikan adalah alih status tanah hak guna usaha (HGU) PT Alam Hijau di Sumbawa, yang meliputi lahan tambak seluas sekitar 600 hektare. HGU tersebut berlaku sejak tahun 1986 hingga tahun 2012. Kini, lahan tersebut telah ditetapkan sebagai lahan terlantar dan dialokasikan untuk masyarakat dan bank tanah.
Solusi Konflik Tenurial dan Langkah ke Depan
BPN NTB terus berupaya menyelesaikan konflik tenurial dan membuka peluang redistribusi tanah. Proses ini membutuhkan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat. Penyelesaian sengketa lahan menjadi kunci utama dalam keberhasilan program TORA dan redistribusi tanah.
Di Sumbawa, telah dilakukan penetapan lahan terlantar dan alokasi lahan untuk masyarakat dan bank tanah. BPN NTB akan terus memproses lahan-lahan lain yang berpotensi untuk ditetapkan, dengan tetap memperhatikan agar tidak menimbulkan konflik baru. "Di Sumbawa sudah ada penetapan lahan terlantar dan sudah ada pengalokasian buat masyarakat, buat bank tanah. Nanti kami berproses lagi tanah-tanah lainnya yang masih ada potensi untuk kami tetapkan, tapi tentunya tidak menjadi konflik," pungkas Lutfi.
Ke depannya, BPN NTB akan terus berupaya meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait untuk memastikan program TORA berjalan efektif dan menyelesaikan permasalahan hak tenurial di NTB. Hal ini penting untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat NTB.