BPS Jayawijaya: Infrastruktur Transportasi Jadi Kunci Tekan Inflasi di Papua Pegunungan
BPS Kabupaten Jayawijaya menyoroti pentingnya peningkatan infrastruktur transportasi untuk menekan angka inflasi yang tinggi di Papua Pegunungan, khususnya di Wamena, yang mencapai 7,99 persen pada Februari 2025.

Inflasi di Provinsi Papua Pegunungan mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 7,99 persen secara year on year (y-on-y) pada Februari 2025. Angka ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jayawijaya mengungkapkan bahwa permasalahan ini berpusat di Wamena, dan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten, perlu mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasinya. Salah satu solusi yang diusulkan adalah peningkatan infrastruktur transportasi.
Kepala BPS Kabupaten Jayawijaya, Arther L Purmiasa, menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Jayawijaya tidak dapat mengatasi masalah ini sendirian. Kerjasama dan koordinasi yang erat dengan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan sangat diperlukan untuk menemukan solusi yang komprehensif dalam menekan angka kemahalan. "Pemkab Jayawijaya harus bekerja sama atau berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan untuk sama-sama memikirkan solusi untuk mengurai tingkat kemahalan" tegas Purmiasa dalam keterangannya di Wamena, Senin.
Kondisi infrastruktur transportasi yang kurang memadai menjadi salah satu faktor utama penyebab tingginya inflasi. Hampir semua bahan pokok masuk ke Papua Pegunungan melalui Wamena, baik melalui jalur udara maupun darat. Ketergantungan pada jalur udara akibat kondisi jalan darat yang buruk menyebabkan harga barang menjadi tinggi, mengingat biaya avtur yang juga mahal. "Kalau jalan darat mulus maka harga bahan pokok di sini pasti bisa ditekan namun karena jalannya masih belum bagus akhirnya bahan pokok masuknya melalui jalur udara sehingga ini yang mengakibatkan kenaikan harga karena harga avtur pun mahal," jelas Purmiasa.
Perbaikan Infrastruktur dan Alternatif Transportasi
BPS Jayawijaya mengusulkan beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini. Pertama, perbaikan infrastruktur jalan darat menjadi prioritas utama. Jalan darat yang memadai akan mengurangi ketergantungan pada jalur udara dan menekan biaya transportasi. Kedua, pemanfaatan jalur sungai sebagai alternatif transportasi juga perlu dipertimbangkan. Wilayah-wilayah di Papua Pegunungan yang memungkinkan pengangkutan barang melalui sungai harus dikembangkan untuk menjadi alternatif pendistribusian bahan pokok.
Selain infrastruktur, BPS juga menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas pertanian lokal. "Misalnya kalau ada wilayah di Papua Pegunungan yang bahan pokok bisa diangkut melalui jalur sungai maka harus didorong supaya menjadi alternatif dalam menekan tingkat kemahalan," tambah Purmiasa. Dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pola tanam yang baik, diharapkan hasil panen dapat meningkat dan mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar daerah.
Kegagalan panen akibat musim hujan berkepanjangan juga menjadi faktor yang berkontribusi terhadap inflasi. Oleh karena itu, upaya bersama untuk mengatasi permasalahan ini, seperti pengelolaan irigasi dan pemilihan varietas tanaman yang tahan terhadap cuaca ekstrem, sangat penting untuk dilakukan. "Salah satu faktor yang diukur dalam kenaikan inflasi adalah panen masyarakat di Papua Pegunungan yang gagal akibat musim hujan berkepanjangan, dan ini harus diperhatikan secara bersama-sama," ujar Purmiasa.
Faktor Penyumbang Inflasi
Perhitungan inflasi di Papua Pegunungan didasarkan pada beberapa faktor, antara lain indeks harga konsumen (IHK) Kabupaten Jayawijaya dan nilai tukar petani Papua Pegunungan. Pada Februari 2025, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang inflasi terbesar, baik secara month to month (m-to-m) maupun year on year (y-on-y). Komoditas seperti bayam, sawi putih, kol putih, dan ketimun menjadi penyumbang inflasi m-to-m, sementara bayam, ketela rapat, kol putih, dan tomat menjadi penyumbang utama inflasi y-on-y.
Meskipun data perhotelan tidak termasuk dalam perhitungan inflasi kali ini karena efisiensi anggaran dan keterbatasan survei, kelompok perumahan, air, listrik, bahan bakar, dan rumah tangga juga turut berkontribusi terhadap inflasi yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi di Papua Pegunungan merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan terintegrasi dari berbagai sektor.
Kesimpulannya, mengatasi inflasi tinggi di Papua Pegunungan membutuhkan kerjasama yang kuat antara pemerintah provinsi dan kabupaten, serta fokus pada peningkatan infrastruktur transportasi, optimalisasi jalur alternatif seperti sungai, dan peningkatan produktivitas pertanian lokal. Dengan langkah-langkah komprehensif ini, diharapkan angka inflasi dapat ditekan dan kesejahteraan masyarakat Papua Pegunungan dapat ditingkatkan.