BRIN, Malaysia, dan Jepang Kolaborasi Riset Obat Penyakit Menular
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan University of Malaya dan lembaga Jepang untuk mengembangkan obat penyakit menular seperti malaria, disentri amoeba, demam berdarah, dan tuberkulosis, memanfaatkan kekayaan hayati Indonesia.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus berupaya mengembangkan obat-obatan untuk penyakit menular. Kerja sama riset internasional menjadi kunci utamanya. Terbaru, BRIN menjalin kolaborasi dengan University of Malaya (Malaysia), Japan International Cooperation Agency (JICA), dan Japan Agency for Medical Research and Development.
Kolaborasi ini dilakukan melalui skema Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (SATREPS). Fokus utamanya adalah pengembangan obat untuk penyakit malaria, amoebiasis (disentri amoeba), demam berdarah dengue, dan tuberkulosis. Hal ini disampaikan langsung oleh Deputi BRIN bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi, Agus Haryono.
Pentingnya Riset Obat Penyakit Menular di Indonesia
Agus Haryono menekankan urgensi pengembangan obat-obatan baru untuk penyakit menular, khususnya demam berdarah. "Demam berdarah dan infeksi virus akibat nyamuk menyerang jutaan warga Indonesia dan membebani sistem kesehatan kita. Kebutuhan akan obat dan terapi baru semakin mendesak karena keterbatasan pilihan pengobatan kita saat ini," ujarnya dalam keterangan resmi BRIN.
Proyek SATREPS, yang kini memasuki tahun keempat, dinilai sangat penting untuk memperkuat riset obat di Indonesia. Tujuannya untuk mengatasi masalah kesehatan, terutama penyakit menular, baik di tingkat nasional maupun global. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, dengan ribuan tumbuhan, organisme laut, dan mikroorganisme lain yang potensi manfaat pengobatannya masih belum banyak dieksplorasi.
Kekayaan Hayati Indonesia sebagai Sumber Obat
Keberagaman hayati Indonesia menjadi aset berharga dalam pengembangan obat. Ribuan spesies tumbuhan, organisme laut, dan mikroorganisme menyimpan potensi besar sebagai sumber senyawa obat baru. Selain itu, masyarakat Indonesia juga memiliki kearifan lokal dalam pengobatan tradisional, termasuk penggunaan ramuan dengan khasiat antimikroba dan antivirus untuk mengatasi penyakit menular.
Proyek multinasional ini bertujuan untuk memvalidasi secara ilmiah dan mendukung pengembangan obat secara sistematis. Harapannya, kekayaan alam Indonesia dapat diubah menjadi obat-obatan yang dapat menyelamatkan jutaan nyawa. "Sumber daya alam kita memiliki potensi yang belum dieksplorasi untuk digunakan sebagai senyawa anti-TB dan antivirus baru untuk kebutuhan pengobatan," kata Haryono.
Kolaborasi dan Investasi Riset
Haryono menyoroti pentingnya investasi dalam kemampuan riset dan inovasi. Hal ini untuk mendorong penelitian produk alami dan mengidentifikasi molekul bioaktif yang dapat berfungsi sebagai dasar obat-obatan baru. Kolaborasi antara praktisi pengobatan tradisional dan ilmuwan modern juga menjadi kunci keberhasilan. "Kolaborasi antara praktisi pengobatan tradisional dan ilmuwan modern akan menjembatani kesenjangan antara kearifan lokal dan pengembangan farmasi saat ini," tambahnya.
Dengan demikian, kolaborasi antara BRIN, University of Malaya, JICA, dan Japan Agency for Medical Research and Development diharapkan dapat menghasilkan terobosan signifikan dalam pengembangan obat penyakit menular. Pemanfaatan kekayaan hayati Indonesia, dikombinasikan dengan teknologi dan keahlian dari mitra internasional, akan mempercepat proses penemuan dan pengembangan obat-obatan yang efektif dan terjangkau.
Keberhasilan proyek ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat riset dan inovasi di bidang kesehatan.