China Jamin Perlindungan Hak 40 Warga Uighur yang Dipulangkan dari Thailand
Kementerian Luar Negeri China menegaskan perlindungan hukum dan hak asasi manusia bagi 40 warga Uighur yang dipulangkan dari Thailand, meskipun menuai kecaman internasional.

Beijing, 4 Maret 2025 - Kementerian Luar Negeri China memberikan pernyataan resmi terkait pemulangan 40 warga etnis Uighur dari Thailand ke Tiongkok pada akhir Februari 2025. Pernyataan tersebut menekankan jaminan perlindungan hukum dan hak asasi bagi seluruh individu yang dipulangkan. Ke-40 warga Uighur tersebut sebelumnya ditahan di Thailand sejak tahun 2014 karena masuk secara ilegal ke negara tersebut untuk mencari perlindungan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers pada Senin (3/3), menyatakan bahwa "Mereka yang telah lama ditahan di luar negeri telah dipulangkan ke China dan dikembalikan ke kehidupan normal. Hak dan kepentingan hukum mereka telah dilindungi sepenuhnya sesuai dengan hukum." Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan atas kekhawatiran internasional terkait nasib para warga Uighur setelah pemulangan mereka.
Pemulangan ini, bagaimanapun, telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak internasional. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk, misalnya, menyatakan keprihatinannya atas potensi penyiksaan, penganiayaan, atau kerugian lain yang mungkin dialami para warga Uighur setelah pemulangan paksa tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kondisi sebenarnya yang dihadapi para warga Uighur setelah kembali ke Tiongkok.
Tanggapan Internasional yang Mengecam Pemulangan
Pemulangan 40 warga Uighur tersebut telah menuai kecaman dari berbagai negara dan organisasi internasional. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, mengecam tindakan pemulangan tersebut dan memperingatkan risiko pelanggaran HAM serius yang mungkin dihadapi para warga Uighur karena tidak adanya proses hukum yang adil. Ia menyoroti potensi penganiayaan, kerja paksa, dan penyiksaan yang mungkin dialami oleh kelompok tersebut.
Sentimen serupa diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, yang menyatakan ketidaksetujuan Inggris atas keputusan Thailand dan mendesak Thailand untuk mempertimbangkan kembali pendekatannya dalam menangani pencari suaka Uighur. Uni Eropa juga turut mengecam, menyatakan "penyesalan mendalam" atas keputusan Thailand dan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional. Uni Eropa mendesak China untuk menghormati hak asasi manusia kelompok etnis Uighur dan mematuhi kewajiban hukum nasional dan internasional.
Kecaman internasional ini menunjukkan adanya kekhawatiran serius atas potensi pelanggaran HAM yang mungkin terjadi terhadap para warga Uighur setelah pemulangan mereka ke Tiongkok. Pernyataan-pernyataan tersebut juga mempertanyakan transparansi dan kepatuhan terhadap hukum internasional dalam proses pemulangan tersebut.
Penjelasan China dan Permintaan kepada PBB
Menanggapi kecaman internasional, Lin Jian menegaskan komitmen China untuk melindungi hak dan kepentingan hukum warga negara China. Ia menekankan bahwa pemulangan tersebut dilakukan sesuai dengan hukum China dan Thailand, serta hukum internasional dan praktik umum. Lin Jian juga meminta para pakar hak asasi manusia PBB untuk menjalankan tugas mereka secara adil dan objektif, menghormati kedaulatan negara, fakta objektif, dan menahan diri dari campur tangan dalam kedaulatan peradilan suatu negara serta kerja sama penegakan hukum antarnegara.
Pernyataan Lin Jian ini menekankan pandangan China atas kedaulatan nasional dan penolakan terhadap campur tangan asing dalam urusan dalam negeri. Namun, pernyataan tersebut tidak secara langsung menjawab kekhawatiran internasional terkait potensi pelanggaran HAM terhadap para warga Uighur yang dipulangkan.
Lebih lanjut, Lin Jian menegaskan bahwa "Hak-hak hukum orang-orang yang bersangkutan dilindungi sepenuhnya." Pernyataan ini, tanpa bukti konkret, tetap menjadi poin penting yang perlu diverifikasi oleh pihak-pihak independen untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia para warga Uighur.
Kondisi Sebelum Pemulangan dan Nasib Kelompok Uighur Lainnya
Ke-40 warga Uighur tersebut merupakan bagian dari kelompok yang lebih besar, sekitar 350 orang, yang ditahan di Thailand sejak 2014 setelah memasuki Thailand secara ilegal. Laporan menyebutkan bahwa lima tahanan Uighur meninggal dalam penahanan di Thailand dalam 11 tahun terakhir, termasuk dua bayi baru lahir dan seorang anak berusia 3 tahun, diduga akibat kondisi penahanan yang tidak memadai. Kondisi ini semakin memperkuat kekhawatiran internasional atas perlakuan terhadap para pencari suaka Uighur di Thailand.
Nasib kelompok Uighur yang lebih besar di Thailand dan potensi pemulangan mereka ke Tiongkok tetap menjadi perhatian utama bagi komunitas internasional. Peristiwa ini menyoroti kompleksitas isu hak asasi manusia, kedaulatan negara, dan kerja sama internasional dalam melindungi individu yang rentan.
Ke depan, pemantauan independen terhadap kondisi para warga Uighur yang telah dipulangkan sangat penting untuk memastikan bahwa hak asasi manusia mereka dihormati dan dilindungi. Transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah China dalam hal ini sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa mendatang.