Cukai Minuman Manis: Potensi Rp3,2 Triliun & Dampak Kesehatan
YLKI memprediksi cukai minuman berpemanis kemasan (MBDK) akan mencapai Rp3,2 triliun pada APBN 2025, peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya.
Potensi cukai minuman berpemanis kemasan (MBDK) di Indonesia diperkirakan mencapai angka fantastis, yaitu Rp3,2 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025. Angka ini disampaikan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam sebuah Focus Discussion Group (FGD) di Makassar, Sulawesi Selatan. Kenaikan ini cukup signifikan jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp1,2 triliun. Pertemuan tersebut membahas pembuatan peta jalan earmarking cukai MBDK.
YLKI menekankan potensi besar penerimaan cukai MBDK ini. Dasar hukumnya terdapat pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Cukai yang telah direvisi melalui UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, peneliti YLKI, Rully Prayoga, mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) guna menjabarkan penerapan UU tersebut di lapangan. Hal ini dinilai penting untuk mencegah dampak negatif MBDK terhadap generasi muda Indonesia.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah alokasi dana cukai MBDK. Rully menjelaskan bahwa dana tersebut akan difokuskan pada sektor kesehatan, khususnya untuk upaya pencegahan dan penanggulangan dampak buruk konsumsi MBDK. Langkah ini dinilai sangat krusial mengingat peningkatan kasus penyakit akibat konsumsi MBDK yang cukup mengkhawatirkan.
Data dari Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) memperkuat pernyataan tersebut. Muhammad Yusri Yunus, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Sulsel, mengungkapkan peningkatan signifikan kasus penyakit diabetes melitus (DM) dan jantung, bahkan pada anak-anak di bawah 17 tahun. Obesitas, yang sering dipicu oleh konsumsi MBDK, menjadi faktor utama penyebabnya.
Lebih lanjut, Yusri Yunus menyebutkan peningkatan kasus anak-anak yang harus menjalani cuci darah akibat DM tipe 2. Peningkatan ini mencapai sekitar lima persen setiap tahunnya berdasarkan data pemantauan Dinkes Sulsel dari tahun 2023 hingga 2024. Angka ini menjadi bukti nyata dampak buruk MBDK terhadap kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak.
FGD tersebut dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Plh Kadisperindag Sulsel Since Erna Lamba, Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Makassar Hariani, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulsel Andi Mirna sebagai pemateri. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen bersama untuk mengatasi masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh konsumsi MBDK.
Kesimpulannya, potensi cukai MBDK yang besar pada APBN 2025 memberikan peluang untuk meningkatkan pendanaan sektor kesehatan. Namun, implementasi yang efektif dan tepat sasaran sangat penting untuk meminimalisir dampak buruk konsumsi MBDK terhadap kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda. Pemerintah perlu segera menerbitkan PP untuk mendukung hal ini.