Dewan Pers Perkuat Pelindungan Jurnalis dan Media Massa dari Intimidasi dan Kriminalisasi
Dewan Pers memperkuat perlindungan jurnalis dan media massa dari intimidasi dan kriminalisasi melalui kerja sama dengan kepolisian, LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, kejaksaan, dan Mahkamah Agung.

Dewan Pers tengah menggencarkan upaya untuk melindungi jurnalis dan media massa dari intimidasi dan kriminalisasi yang marak terjadi. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan berbagai strategi yang dijalankan untuk memastikan keselamatan dan keamanan para jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Upaya ini meliputi kerja sama dengan berbagai lembaga dan institusi terkait, baik pemerintah maupun non-pemerintah.
Salah satu langkah penting yang diambil adalah memperkuat kerja sama dengan Kepolisian. Hal ini dilakukan melalui nota kesepahaman (MoU) yang telah ada sebelumnya, bertujuan untuk mengurangi intensitas kriminalisasi terhadap kerja jurnalistik. "Kepolisian sudah ada dengan Dewan Pers, ada MoU (nota kesepahaman), sehingga mengurangi intensitas kriminalisasi terhadap kerja-kerja jurnalistik. Yang dikriminalisasikan bukan hanya jurnalisnya, kadang-kadang medianya juga," jelas Ninik Rahayu.
Kerja sama ini tidak hanya terfokus pada perlindungan jurnalis individu, tetapi juga mencakup perlindungan alat kerja jurnalis yang seringkali menjadi sasaran dalam tindakan kekerasan. Inilah mengapa Dewan Pers juga menjajaki kerja sama yang lebih erat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), agar perlindungan yang diberikan mencakup alat kerja jurnalis.
Kerja Sama dengan Berbagai Lembaga untuk Perlindungan Jurnalis
Selain kepolisian dan LPSK, Dewan Pers juga aktif menjalin kerja sama dengan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Langkah ini sangat penting mengingat tingginya angka kekerasan yang dialami jurnalis perempuan, yang seringkali disertai dengan pelecehan seksual, bahkan di ruang siber. "Jumlahnya lebih banyak jurnalis laki-laki, tapi kekerasan yang dialami jurnalis perempuan itu khas, 87 persen itu mengalami pelecehan seksual, termasuk di ruang siber," ungkap Ninik.
Untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan mencegah kriminalisasi melalui UU ITE, Dewan Pers juga melibatkan kejaksaan dan Mahkamah Agung dalam upaya perlindungan ini. Hal ini penting karena UU ITE seringkali disalahgunakan untuk membungkam suara jurnalis.
Dewan Pers juga menyadari pentingnya kesejahteraan jurnalis, yang tidak hanya mencakup aspek finansial seperti upah dan jaminan kesehatan, tetapi juga mencakup keselamatan dan keamanan saat bekerja. "Dewan Pers diberi mandat untuk memastikan kesejahteraan jurnalis. Kesejahteraan dimaksud bukan hanya mengenai upah dan jaminan kesehatan, tetapi juga keselamatan saat bekerja dan alat kerja," tegas Ninik.
Jurnalis Sebagai Pembela HAM dan Pentingnya Undang-Undang Perlindungan
Ninik Rahayu menekankan bahwa jurnalis merupakan bagian penting dari pembela hak asasi manusia (human rights defender). Mereka bekerja berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi untuk menjembatani kepentingan rakyat. Oleh karena itu, perlindungan terhadap jurnalis menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya Dewan Pers, tetapi juga pemerintah, penegak hukum, dan institusi media itu sendiri.
Dewan Pers mendorong pengesahan undang-undang pembela HAM yang sebelumnya telah diusulkan. Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat memberikan payung hukum yang lebih kuat dalam melindungi jurnalis dan memastikan mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut akan intimidasi dan kriminalisasi.
Upaya yang dilakukan Dewan Pers ini menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi jurnalis dan kebebasan pers di Indonesia. Kerja sama yang terjalin dengan berbagai lembaga diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya sebagai pilar demokrasi.
Perlindungan terhadap jurnalis bukan hanya tanggung jawab Dewan Pers, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh stakeholder terkait. Dengan adanya sinergi dan komitmen bersama, diharapkan kebebasan pers di Indonesia dapat terwujud secara optimal.