Dorong Tax Ratio Indonesia: Penegakan Hukum dan Literasi Perpajakan Jadi Kunci
Tax ratio Indonesia masih rendah, sehingga perlu peningkatan melalui penegakan hukum perpajakan yang lebih tegas dan peningkatan literasi perpajakan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak.

Tax ratio Indonesia masih jauh di bawah standar internasional. Pada 2024, angka ini hanya mencapai 10,08 persen, jauh di bawah rata-rata negara Asia Pasifik (19,3 persen) dan rekomendasi IMF (15 persen). Rendahnya tax ratio ini menjadi perhatian serius, mengingat pentingnya pajak untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh karena itu, peningkatan tax ratio menjadi agenda penting yang membutuhkan strategi komprehensif.
Penegakan Hukum: Langkah Tegas untuk Kepatuhan Pajak
Penegakan hukum perpajakan yang tegas merupakan kunci untuk meningkatkan tax ratio. Hal ini meliputi beberapa langkah strategis. Pertama, pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengumpulan pajak. Kedua, implementasi sistem perpajakan berbasis risiko memungkinkan pengawasan yang lebih terfokus pada wajib pajak yang berpotensi melakukan pelanggaran. Ketiga, penerapan Pajak Minimum Global (PMK) sebesar 15 persen, sesuai kesepakatan OECD, mencegah praktik pengalihan keuntungan ke negara dengan pajak rendah. Langkah-langkah ini diharapkan mampu menekan praktik penghindaran dan penggelapan pajak.
Penguatan Literasi Perpajakan: Membangun Kesadaran Wajib Pajak
Selain penegakan hukum, peningkatan literasi perpajakan juga krusial. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pajak dan kewajiban perpajakan akan mendorong kepatuhan sukarela. Strategi yang dapat diterapkan meliputi edukasi publik yang masif, integrasi materi perpajakan dalam kurikulum pendidikan, dan pemanfaatan teknologi informasi. Edukasi publik perlu menyasar berbagai kalangan, termasuk UMKM, untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat pajak bagi pembangunan. Integrasi materi perpajakan dalam kurikulum pendidikan formal akan menanamkan kesadaran pajak sejak dini. Sementara itu, platform digital yang user-friendly dapat memudahkan akses informasi dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Reformasi Sistem Perpajakan: Menuju Sistem yang Lebih Modern dan Efisien
Reformasi sistem perpajakan merupakan langkah penting lainnya. OECD menyoroti perlunya upaya lebih lanjut untuk meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia. Reformasi ini meliputi perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan, pemanfaatan teknologi, pengurangan penghindaran pajak, dan peningkatan transparansi. Dengan demikian, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak secara lebih efektif dan berkelanjutan. Implementasi coretax, sistem inti perpajakan berbasis teknologi, merupakan bagian penting dari reformasi ini. Sistem ini bertujuan untuk mendigitalisasi dan menyederhanakan proses perpajakan, meningkatkan efisiensi administrasi, memperluas basis pajak, dan pada akhirnya meningkatkan tax ratio.
Kerja Sama Internasional dan Optimalisasi Audit: Memperkuat Pengawasan
Untuk mendukung penegakan hukum dan literasi perpajakan, Ditjen Pajak juga perlu meningkatkan kerja sama perpajakan internasional dan mengoptimalkan joint audit, analisis, investigasi, dan intelijen. Hal ini penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak, mencegah penghindaran pajak, dan meningkatkan penerimaan negara. Kerja sama internasional memungkinkan akses informasi yang lebih luas dan kolaborasi dalam penindakan pelanggaran perpajakan lintas negara.
Kesimpulan: Pendekatan Terpadu untuk Tax Ratio yang Lebih Tinggi
Meningkatkan tax ratio di Indonesia membutuhkan pendekatan terpadu yang menggabungkan penegakan hukum yang tegas, penguatan literasi perpajakan, dan reformasi sistem perpajakan yang komprehensif. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia diharapkan dapat mencapai tax ratio yang lebih tinggi, membiayai pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan, serta mengurangi ketergantungan pada utang. Peningkatan tax ratio bukan hanya sekadar target angka, melainkan kunci untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.