DPR Bahas Aturan Pemekaran Daerah, Ratusan Usulan Menunggu Kepastian
Komisi II DPR RI membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah, menindaklanjuti ratusan usulan pemekaran daerah yang tertunda.

Komisi II DPR RI menggelar rapat membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penataan Daerah dan RPP tentang Desain Besar Penataan Daerah. Rapat yang digelar Kamis di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, ini dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, dan menghadirkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik. Pembahasan ini krusial karena menyangkut ratusan usulan pemekaran daerah yang masih tertunda di seluruh Indonesia.
Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 30 Oktober 2024. Wakil Ketua Komisi II DPR RI mempertanyakan mengapa dua RPP penting ini belum juga disahkan, serta langkah apa yang perlu dilakukan untuk menindaklanjuti aspirasi pemekaran daerah yang telah lama disampaikan.
Zulfikar Arse Sadikin menekankan pentingnya detail informasi dari Dirjen Otda agar langkah selanjutnya tepat sasaran dan menyelesaikan masalah pemekaran daerah. Ia juga menyoroti peningkatan signifikan jumlah otonomi daerah di Indonesia sejak reformasi 1999, dari 26 provinsi menjadi 38, 234 kabupaten menjadi 415, dan 59 kota menjadi 93. Peningkatan ini menunjukkan semangat desentralisasi yang kuat, namun juga menimbulkan tantangan baru dalam penataan daerah.
Ratusan Usulan Pemekaran Daerah Menunggu Kepastian
Saat ini, terdapat 341 usulan pemekaran daerah di seluruh Indonesia, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Usulan-usulan ini belum dapat ditindaklanjuti karena terkendala belum disahkannya dua RPP tersebut. Padahal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah terkait Penataan Daerah dan Desain Penataan Daerah paling lambat dua tahun setelah undang-undang tersebut disahkan, yaitu Oktober 2016.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Akmal Malik, menjelaskan bahwa keterlambatan penetapan dua RPP tersebut disebabkan oleh kebijakan moratorium pemekaran daerah. Dua draf RPP telah disiapkan sejak 2016, namun Wakil Presiden saat itu, selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, memutuskan untuk melanjutkan kebijakan moratorium.
Meskipun demikian, Akmal Malik menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi untuk mempersiapkan argumentasi yang logis terkait usulan pemekaran daerah. Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan landasan yang kuat bagi pengambilan keputusan terkait pemekaran daerah di masa mendatang.
Evaluasi dan Argumentasi yang Logis
Proses evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kesiapan infrastruktur, potensi ekonomi, dan aspek sosial budaya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemekaran daerah tidak hanya berdasarkan aspirasi semata, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya evaluasi ini, diharapkan pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat dan adil terkait usulan pemekaran daerah. Keputusan tersebut harus mempertimbangkan aspek legalitas, teknis, dan juga dampak sosial ekonomi bagi daerah yang akan dimekarkan.
Pembahasan RPP ini menjadi sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan arah kebijakan yang jelas terkait pemekaran daerah di Indonesia. Hal ini akan memberikan kepastian bagi daerah yang telah mengajukan usulan pemekaran, serta mencegah potensi konflik dan permasalahan di masa mendatang.
Kejelasan aturan ini juga diharapkan dapat mendorong percepatan pembangunan di daerah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, semangat desentralisasi dapat diwujudkan secara efektif dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, pembahasan RPP tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah di Komisi II DPR RI merupakan langkah penting untuk menyelesaikan permasalahan pemekaran daerah di Indonesia. Proses ini membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak untuk menghasilkan kebijakan yang tepat dan berkelanjutan.