Ekonom Prediksi BI Pangkas Suku Bunga Acuan pada RDG Mei 2025, Rupiah Stabil Jadi Sinyal Positif?
Ekonom Trimegah Sekuritas prediksi Bank Indonesia (BI) berpeluang menurunkan suku bunga acuan pada Mei 2025 seiring stabilnya nilai tukar rupiah.

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menyampaikan bahwa Bank Indonesia (BI) memiliki peluang untuk menurunkan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2025. Fakhrul menilai stabilitas nilai tukar rupiah dan meredanya tensi perang dagang global menjadi faktor pendukung utama. Hal ini memberikan harapan baru bagi pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Fakhrul menambahkan, urgensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional semakin meningkat di tengah prospek ekonomi global yang melambat akibat perang dagang. Menurutnya, BI perlu mempertimbangkan penggunaan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) setelah kestabilan rupiah tercapai. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan likuiditas di pasar uang.
“Bisa kita lihat bahwa saat ini nilai tukar sudah stabil dan cenderung menguat, seiring meredanya perang dagang,” ujar Fakhrul di Jakarta, Senin. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar untuk mendukung kebijakan moneter yang lebih akomodatif.
Peluang Pemangkasan Suku Bunga dan Dampaknya
Fakhrul Fulvian menjelaskan bahwa stabilnya nilai tukar rupiah menjadi sinyal positif bagi BI untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga. Kondisi ini memberikan ruang bagi BI untuk lebih fleksibel dalam menentukan kebijakan moneternya. Penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong investasi dan konsumsi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Fakhrul menyoroti pentingnya pengelolaan SRBI setelah kestabilan rupiah tercapai. Pelaku pasar berharap BI dapat menurunkan tingkat imbal hasil SRBI dan menyesuaikan jumlah yang dimenangkan. Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi likuiditas di pasar uang dan memberikan dampak positif bagi sektor perbankan.
“Pelaku pasar berharap kondisi likuiditas di pasar uang dapat membaik, apabila tingkat imbal hasil SRBI semakin diturunkan dan jumlah yang dimenangkan juga disesuaikan,” ujar Fakhrul, menekankan pentingnya respons BI terhadap harapan pasar.
Kebijakan Makroprudensial dan Sektor Saham
Fakhrul juga menyinggung perlunya pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk menunjang ekspektasi kredit di tengah ekonomi yang cenderung melemah. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan mendukung sektor riil. Dengan demikian, pelonggaran kebijakan makroprudensial dapat menjadi stimulus tambahan bagi pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, untuk pasar saham, Fakhrul menyebut bahwa membaiknya sentimen global akan membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada dalam tren positif selama pekan ini. Pemotongan BI rate menjadi katalis utama yang akan mendorong kinerja pasar saham. Sektor perbankan diprediksi akan menjadi penyokong utama pasar saham seiring dengan masuknya dana asing ke Indonesia.
“IHSG bisa mencapai 7.300, tetapi kita harus berhati-hati dengan profit taking kalau sentimen perang dagang kembali,” ujar Fakhrul, mengingatkan investor untuk tetap waspada terhadap potensi risiko.
Fokus pada Realisasi APBN
Fakhrul Fulvian menekankan bahwa pelaku pasar juga akan memperhatikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada April dan Mei 2025. Realisasi APBN akan menentukan suplai obligasi negara yang akan masuk ke pasar. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan eksekusi belanja yang efektif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Fakhrul menyebut bahwa eksekusi belanja pemerintah akan menjadi penentu apakah Indonesia akan mengalami rebound ekonomi di semester II-2025 atau masih terperosok di zona pertumbuhan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
“Volatilitas besar jangka pendek sudah selesai. Hal yang harus kita perhatikan ke depan adalah eksekusi belanja pemerintah, karena ini akan menjadi penentu apakah di semester II-2025 kita akan mengalami rebound ekonomi atau malah masih terperosok di zona pertumbuhan yang lebih rendah,” pungkas Fakhrul.
Pada pekan ini, BI akan menyelenggarakan pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa (20/5) dan Rabu (21/5). BI rate saat ini berada di level 5,75 persen. Sementara itu, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Senin (19/5) pagi di Jakarta, melemah sebesar 36 poin atau 0,22 persen menjadi Rp16.481 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.445 per dolar AS.