Ekonomi AS Tetap Kuat: Stimulus Fiskal dan Investasi Teknologi Jadi Penopang
Bank Indonesia (BI) mengungkap faktor pendorong ekonomi AS yang tetap kuat di tengah perlambatan ekonomi global, yaitu stimulus fiskal, peningkatan investasi teknologi, dan efek kekayaan (wealth effect).
![Ekonomi AS Tetap Kuat: Stimulus Fiskal dan Investasi Teknologi Jadi Penopang](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/07/220228.225-ekonomi-as-tetap-kuat-stimulus-fiskal-dan-investasi-teknologi-jadi-penopang-1.jpeg)
Banda Aceh, 7 Februari 2024 - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi penopang kekuatan ekonomi Amerika Serikat (AS) di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju lainnya. Berbeda dengan Eropa yang masih menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang kurang signifikan, AS tetap menunjukkan kinerja yang kuat. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, dalam pelatihan wartawan BI di Banda Aceh.
Stimulus Fiskal dan Daya Beli Masyarakat
Juli Budi Winantya menjelaskan bahwa stimulus fiskal pemerintah AS menjadi salah satu faktor utama penguatan ekonomi. Stimulus ini secara signifikan meningkatkan permintaan domestik, terutama di kalangan masyarakat menengah-bawah. "Dari sisi demand-nya, dari masyarakat yang menengah-bawah ini ditopang oleh stimulus fiskal. Jadi, ada insentif fiskal dari pemerintah yang ini mendorong konsumsi masyarakat menengah-bawah," ujar Juli.
Tidak hanya itu, masyarakat kelas menengah-atas juga mengalami peningkatan daya beli yang signifikan. Hal ini didorong oleh wealth effect, yaitu peningkatan kekayaan yang berdampak positif pada konsumsi. Kombinasi peningkatan konsumsi dari kedua kelompok masyarakat ini memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi AS.
Investasi Teknologi Tinggi sebagai Penggerak Produktivitas
Selain faktor permintaan, peningkatan investasi di bidang teknologi juga berperan penting. Juli mencatat bahwa belanja investasi AS, khususnya di sektor teknologi tinggi dan kecerdasan buatan (AI), jauh lebih besar dibandingkan negara-negara lain seperti di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Investasi ini berdampak pada peningkatan produktivitas, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Ketiga hal tadi, dorongan dari sisi konsumsi menengah-bawah dan konsumsi menengah atas, serta dari sisi supply ada peningkatan produktivitas sehingga ekonomi Amerika ini masih tumbuh cukup kuat," jelas Juli.
Kebijakan Pemerintah AS dan Implikasinya
Namun, Juli juga menyoroti beberapa kebijakan pemerintah AS yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian global. Kebijakan tarif dagang, pemotongan pajak, dan pengetatan tenaga kerja berdampak pada peningkatan inflasi dan defisit fiskal. Hal ini juga berdampak pada kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury jangka pendek dan jangka panjang.
"Kebijakan tarif, kebijakan tax, kebijakan tenaga kerja (di Amerika Serikat) ini mengakibatkan ketidakpastian di global," ungkap Juli.
Prediksi BI terhadap Pertumbuhan Ekonomi AS dan Suku Bunga
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, BI memprediksi bahwa penurunan suku bunga acuan AS (Fed Funds Rate/FFR) akan terbatas. BI memperkirakan hanya akan terjadi satu kali penurunan FFR pada semester II tahun ini. Sementara itu, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS akan mencapai 2,4 persen pada tahun 2025.
Kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi AS yang tetap kuat hingga saat ini didorong oleh beberapa faktor kunci. Stimulus fiskal yang mendorong konsumsi, investasi besar-besaran di sektor teknologi yang meningkatkan produktivitas, dan wealth effect yang meningkatkan daya beli masyarakat kelas atas, menjadi faktor utama. Meskipun demikian, kebijakan pemerintah AS juga perlu diperhatikan karena berpotensi menimbulkan ketidakpastian ekonomi global.