Fakta Unik: Provinsi Papua Pegunungan Targetkan 36 OPD Baru pada Oktober 2025, Demi Pelayanan Optimal
Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan berencana melakukan Penambahan OPD Papua Pegunungan dari 22 menjadi 36. Apa tujuan di balik langkah strategis ini dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat?

Wamena, Papua Pegunungan – Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan tengah berupaya keras untuk melakukan reformasi birokrasi signifikan dengan rencana Penambahan OPD Papua Pegunungan. Langkah strategis ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik di wilayah tersebut. Gubernur Papua Pegunungan, John Tabo, menargetkan penambahan jumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari 22 menjadi 36 pada Oktober 2025.
Keputusan ini merupakan bagian integral dari program 100 hari kerja pemerintahan Gubernur John Tabo bersama Wakil Gubernur Ones Pahabol. Pemekaran OPD ini diharapkan mampu mengatasi kendala pelayanan yang kurang optimal akibat struktur organisasi yang masih bergabung. Dengan OPD yang berdiri sendiri, setiap unit dapat fokus pada tugas dan fungsinya secara lebih spesifik.
Selain pemekaran, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan juga akan melantik pemimpin-pemimpin definitif untuk setiap OPD. Saat ini, sebagian besar posisi masih diisi oleh pelaksana tugas (Plt) dengan nota dinas. Pelantikan pimpinan definitif ini diharapkan dapat mempercepat implementasi berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah secara lebih terarah dan efisien.
Optimalisasi Pelayanan Publik Melalui Pemekaran OPD
Gubernur John Tabo menjelaskan bahwa saat ini, 22 OPD yang ada masih banyak yang bergabung, sehingga proses pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang optimal. Contoh konkret dari rencana pemekaran ini adalah pemisahan Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana. Dinas ini akan dipecah menjadi Dinas Kesehatan tersendiri, serta Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana sebagai unit yang terpisah.
Pemekaran ini diharapkan menciptakan struktur yang lebih ramping dan fokus, memungkinkan setiap dinas untuk bekerja dengan lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan adanya unit-unit yang lebih spesifik, alokasi sumber daya dan penentuan kebijakan dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa setiap aspek pelayanan publik dapat berjalan dengan maksimal.
Program Penambahan OPD Papua Pegunungan ini dirancang untuk menjawab tantangan birokrasi di daerah otonom baru. Tujuannya adalah memastikan bahwa seluruh aspek pemerintahan dapat berfungsi secara sinergis. Pemekaran ini diharapkan membawa dampak positif pada kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan akses dan kualitas layanan dasar.
Penguatan Kepemimpinan Definitif dan Dasar Hukum
Aspek penting lainnya dalam reformasi ini adalah pengisian posisi pimpinan OPD secara definitif. Keberadaan pelaksana tugas yang dominan dapat menghambat percepatan program dan kegiatan pemerintah. Dengan pimpinan definitif, diharapkan ada stabilitas dan akuntabilitas yang lebih besar dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek-proyek strategis.
Pembentukan OPD baru serta pelantikan pemimpin definitif ini memiliki dasar hukum yang kuat. Gubernur Tabo menyatakan bahwa langkah ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). Kedua regulasi ini telah ditetapkan dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua Pegunungan.
Adanya payung hukum yang jelas memastikan bahwa seluruh proses pemekaran dan pelantikan berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Ini juga memberikan legitimasi kuat bagi setiap keputusan yang diambil oleh pimpinan OPD definitif. Dengan demikian, percepatan pembangunan di Papua Pegunungan dapat berjalan tanpa hambatan birokrasi yang berarti.
Prioritas Putra-Putri Asli Papua dalam Jabatan OPD
Salah satu visi penting Gubernur John Tabo adalah memberikan prioritas kepada putra-putri asli Papua untuk menduduki posisi strategis di lingkungan pemerintahan. Dalam kepemimpinan 100 hari kerja, hampir 99 persen pimpinan OPD di Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan adalah anak-anak asli Papua. Kebijakan ini sejalan dengan semangat Otonomi Khusus Papua.
Gubernur menjelaskan bahwa hanya sekitar satu persen pimpinan non-Papua yang menduduki jabatan tersebut. Namun, individu-individu ini memiliki ikatan kuat dengan Papua Pegunungan karena lahir dan besar di sana, serta orang tua mereka telah mengabdi puluhan tahun. Berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus, mereka termasuk dalam kategori orang asli Papua ketiga, yang menunjukkan inklusivitas dalam kebijakan kepegawaian.
Prioritas ini tidak hanya mencerminkan komitmen terhadap pemberdayaan lokal, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan dan program yang dijalankan relevan dengan konteks budaya dan sosial masyarakat Papua Pegunungan. Dengan demikian, diharapkan tercipta pemerintahan yang lebih representatif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat lokal.