Ekonomi Sirkular: Menuju Masa Depan Berkelanjutan Indonesia
Indonesia dihadapkan pada tantangan mengelola transisi ke ekonomi sirkular, menyeimbangkan penghematan anggaran dengan inovasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta peran penting kebijakan, insentif, dan edukasi.

Jakarta, 16 Februari (ANTARA) - Model ekonomi linear 'ambil, buat, buang' semakin tak relevan. Ekonomi sirkular kini menjadi fokus utama pembangunan berkelanjutan, menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi masalah lingkungan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, transisi ini penuh tantangan, membutuhkan strategi matang dan dukungan menyeluruh.
Tantangan Transisi ke Ekonomi Sirkular
Implementasi ekonomi sirkular di Indonesia menghadapi paradoks efisiensi anggaran. Pemangkasan anggaran, jika tidak hati-hati, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama sektor inovasi seperti yang dibahas dalam laporan IMF, 'Fiscal Austerity and Growth: The Role of Policies and Institutions' (2015). Joseph Stiglitz, dalam bukunya 'The Price of Inequality', juga memperingatkan dampak negatif penghematan yang terlalu ketat terhadap inovasi dan ketimpangan ekonomi. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat peran penting ekonomi informal dalam menopang perekonomian Indonesia.
Krisis seringkali menjadi katalis inovasi. Namun, transisi ke ekonomi sirkular harus dikelola dengan bijak. Pemotongan anggaran yang drastis tanpa insentif inovasi justru akan menimbulkan stagnasi. Contohnya, perajin daur ulang yang bekerja informal bisa terhambat oleh regulasi baru tanpa adanya dukungan dan kemudahan akses perizinan.
Belajar dari Negara Lain
Studi dari Ellen MacArthur Foundation menunjukkan keberhasilan negara-negara yang menerapkan ekonomi sirkular berkat harmonisasi kebijakan, insentif, dan edukasi. Belanda menerapkan pajak bahan baku virgin, Jerman sukses dengan sistem Pfand (deposit-refund) untuk botol plastik, dan Jepang dengan kebijakan Sound Material-Cycle Society. Indonesia perlu belajar dari keberhasilan negara-negara tersebut.
Membangun Ekosistem Ekonomi Sirkular di Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar dengan bonus demografi dan generasi muda yang kreatif. Namun, birokrasi yang efisien dan regulasi yang mendukung inovasi sangat krusial. Kebijakan tidak cukup hanya berupa aturan, tetapi harus menciptakan ekosistem yang memungkinkan partisipasi semua pihak. Kepemimpinan politik berperan penting dalam menjembatani kepentingan berbagai pihak.
Perubahan budaya harus dimulai dari bawah, melalui pendidikan sejak dini tentang konsumsi berkelanjutan dan pengelolaan sampah. Regulasi juga harus memberikan insentif kepada pelaku usaha, seperti mempermudah perizinan usaha berbasis ekonomi sirkular dan akses kredit usaha mikro. Indonesia dapat mencontoh Korea Selatan dalam pemanfaatan teknologi digital untuk memantau limbah.
Mencegah Pemangkasan Anggaran Mematikan Inovasi
Yang terpenting, pemangkasan anggaran tidak boleh menghambat inovasi. Akses terhadap teknologi daur ulang yang canggih, kolaborasi dengan pemerintah dalam skema ekonomi kreatif, dan birokrasi yang tidak kaku sangat penting. Transisi dari ekonomi informal ke ekonomi formal harus menjadi lompatan maju, bukan guncangan.
Meskipun transisi ini tidak akan berjalan mulus, dengan kepemimpinan politik yang kuat dan regulasi yang adaptif, Indonesia dapat menjadi model sukses dalam penerapan ekonomi sirkular. Seperti kata Buckminster Fuller, kita harus membangun model baru yang membuat sistem lama menjadi usang.