Eks Walkot Semarang, Hevearita, Dilimpahkan ke JPU KPK
Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, dan tiga tersangka lain dilimpahkan ke JPU KPK terkait dugaan korupsi pengadaan barang/jasa, pemerasan, dan gratifikasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), beserta tiga tersangka lain ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin, 17 Maret 2024. Pelimpahan tahap dua ini menandai langkah selanjutnya dalam proses hukum kasus dugaan korupsi yang melibatkan Mbak Ita dan para tersangka lainnya. Keempat tersangka diduga terlibat dalam berbagai tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Pelimpahan tahap dua ini meliputi tersangka Hevearita Gunaryanti Rahayu, Alwin Basri (mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah), Martono (Direktur PT Chimarder777 dan PT Rama Sukses Mandiri sekaligus Ketua Gapensi Semarang), dan Rachmat Utama Djangkar (Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa). Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan pelimpahan tersebut, menyatakan bahwa proses hukum akan segera berlanjut ke tahap persidangan.
Kasus ini terkait dengan dugaan korupsi pengadaan barang atau jasa di Pemkot Semarang tahun 2023-2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri terkait insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang, serta dugaan penerimaan gratifikasi pada tahun 2023-2024. Nilai kerugian negara yang diduga ditimbulkan dari berbagai tindak pidana korupsi tersebut masih dalam proses penghitungan dan akan dibeberkan lebih lanjut dalam persidangan.
Dugaan Penerimaan Uang Miliaran Rupiah
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menjelaskan bahwa Mbak Ita dan Alwin Basri diduga menerima uang dari tiga proyek berbeda. Pertama, proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun 2023, yang diduga menghasilkan penerimaan uang sebesar Rp1,7 miliar. Kedua, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan tahun 2023, dengan dugaan penerimaan uang sebesar Rp2 miliar untuk Alwin Basri. Ketiga, permintaan uang kepada Bapenda Kota Semarang, yang diduga menghasilkan penerimaan uang sebesar Rp2,4 miliar untuk kedua tersangka.
Besarnya jumlah uang yang diduga diterima oleh para tersangka menunjukkan skala dan dampak serius dari tindak pidana korupsi yang mereka lakukan. Hal ini semakin memperkuat urgensi proses hukum yang sedang berjalan untuk memastikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk mencegah terulangnya tindakan korupsi serupa di masa mendatang. KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku.
Proses persidangan akan menjadi forum untuk mengungkap secara detail kronologi dan bukti-bukti yang mendukung dakwaan terhadap para tersangka. Masyarakat diharapkan dapat mengikuti perkembangan proses hukum ini dan mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pasal yang Dikenakan
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang berbagai bentuk tindak pidana korupsi, termasuk penyalahgunaan wewenang dan penerimaan gratifikasi.
Dengan pelimpahan ini, proses hukum kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang dan para tersangka lainnya memasuki babak baru. Publik menantikan proses persidangan yang adil dan transparan untuk mengungkap seluruh fakta dan memberikan sanksi yang setimpal bagi para pelaku.
Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan sekaligus menjadi pembelajaran bagi pejabat publik lainnya untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya.
KPK berkomitmen untuk terus memberantas korupsi di Indonesia dan memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.