Fakta Mengejutkan: Hari Anak Nasional Jadi Momentum Akhiri Kekerasan di Sekolah, Ini Kata Wamendikdasmen!
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyerukan Hari Anak Nasional sebagai titik balik untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan di sekolah, demi menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan.

Jakarta, 23 Juli – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq menegaskan bahwa peringatan Hari Anak Nasional (HAN) harus menjadi momentum krusial untuk menghentikan segala bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Pernyataan ini disampaikan Fajar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Rabu, 23 Juli. Ia menekankan pentingnya sekolah sebagai 'rumah kedua' yang harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap peserta didik.
Fajar Riza Ul Haq juga menitipkan pesan khusus kepada para guru agar senantiasa mendampingi anak didik dengan sepenuh hati, layaknya anak sendiri. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kepedulian dan ikatan emosional yang kuat antara pendidik dan peserta didik. Inisiatif ini diharapkan mampu menciptakan atmosfer positif yang dapat mencegah terjadinya tindakan kekerasan.
Lebih lanjut, Wamendikdasmen mengajak seluruh pihak terkait, mulai dari pemerintah daerah, kepala sekolah, hingga para guru, untuk bersinergi memutus mata rantai kekerasan yang kerap menjadi sorotan publik. Fenomena kekerasan di sekolah yang viral di berbagai media sosial menjadi perhatian serius. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan mampu menghadirkan solusi konkret dan berkelanjutan demi masa depan anak-anak Indonesia.
Membangun Lingkungan Sekolah yang Aman dan Menyenangkan
Maraknya berita viral mengenai kekerasan di sekolah menjadi alarm bagi semua pihak. Wamendikdasmen Fajar Riza Ul Haq menekankan bahwa kondisi ini membutuhkan kerja sama yang erat dari pemerintah daerah, dukungan penuh dari kepala sekolah, serta partisipasi aktif dari para guru. Upaya kolektif ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang bebas dari ancaman kekerasan, baik fisik maupun verbal.
Dalam kesempatan tersebut, Fajar juga menyampaikan apresiasinya kepada Wali Kota Sukabumi atas komitmennya dalam memajukan sektor pendidikan di wilayah tersebut. Langkah-langkah progresif yang diambil Pemerintah Kota Sukabumi dinilai mampu mendorong peningkatan kualitas pendidikan. Optimisme tinggi diungkapkan Fajar bahwa pendidikan di Kota Sukabumi akan terus berkembang ke arah yang lebih baik, menjadi contoh bagi daerah lain.
Penciptaan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan seluruh elemen masyarakat. Dengan adanya sinergi antara pemerintah, sekolah, dan keluarga, diharapkan setiap anak dapat tumbuh dan berkembang dalam suasana yang kondusif, jauh dari bayang-bayang kekerasan.
Evaluasi Kebijakan Jam Masuk Sekolah Pagi
Terkait kebijakan jam masuk sekolah lebih pagi, khususnya pukul 06.30 WIB seperti yang diterapkan di beberapa daerah di Jawa Barat, Wamendikdasmen Fajar Riza Ul Haq memberikan pandangannya. Ia menjelaskan bahwa penerapan kebijakan ini tidak bersifat seragam di seluruh wilayah Jawa Barat, mengingat konteks dan kondisi di setiap daerah memiliki perbedaan signifikan. Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa di Kabupaten Bogor, jam masuk sekolah masih pukul 07.00 WIB.
Perbedaan penerapan jam masuk sekolah ini, menurut Fajar, disesuaikan dengan konteks wilayah masing-masing, yang mungkin berkaitan dengan aspek keamanan dan transportasi siswa. Fleksibilitas dalam kebijakan ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar mendukung proses belajar mengajar tanpa menimbulkan kendala baru bagi siswa dan orang tua.
Fajar berharap Dinas Pendidikan Provinsi serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat terus mengevaluasi efektivitas kebijakan jam masuk sekolah lebih pagi. Evaluasi ini penting untuk memastikan apakah kebijakan tersebut berkorelasi langsung dengan efektivitas pembelajaran dan suasana hati siswa. Jangan sampai kebijakan yang diterapkan justru berdampak negatif, merusak mood anak-anak saat belajar atau berangkat ke sekolah, sehingga tujuan pendidikan tidak tercapai secara optimal.