Fakta Mengejutkan: Pemerintah Belum Kaji Rekrutmen dan Gaji PNS 2026, Ini Alasannya!
Pemerintah belum membuka peluang rekrutmen dan kenaikan gaji PNS 2026. Menteri Keuangan Sri Mulyani ungkap alasan di balik kebijakan ini, terkait kapasitas fiskal negara.

Pemerintah Indonesia secara resmi menyatakan belum membuka peluang untuk rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) baru, serta belum mengkaji kenaikan gaji bagi para abdi negara pada tahun 2026. Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta. Keputusan ini diambil mengingat mayoritas kapasitas fiskal negara pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan difokuskan untuk membiayai program-program prioritas nasional yang telah ditetapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah belum melakukan kajian mendalam terkait kebijakan rekrutmen dan gaji PNS untuk periode tersebut. Pernyataan ini disampaikan dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 yang berlangsung di Jakarta, Sabtu. Fokus utama pemerintah saat ini adalah memastikan alokasi anggaran yang optimal untuk mendukung agenda pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, daripada membahas penyesuaian gaji PNS.
Meskipun demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) akan tetap dilakukan terkait formasi PNS di masa mendatang. Namun, kapasitas fiskal negara menjadi pertimbangan utama dalam setiap pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kebijakan terkait ASN akan sangat bergantung pada kondisi keuangan negara dan kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi.
Fokus RAPBN 2026 dan Prioritas Nasional
Postur RAPBN 2026 dirancang dengan proyeksi defisit sebesar Rp636,8 triliun, atau setara dengan 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Belanja negara ditargetkan mencapai Rp3.786,5 triliun, menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,3 persen dari perkiraan tahun 2025. Kenaikan signifikan ini terutama disebabkan oleh peningkatan belanja pemerintah pusat (BPP) yang ditetapkan sebesar Rp3.136,5 triliun, tumbuh 17,8 persen.
Peningkatan belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp1.498,3 triliun, tumbuh 17,5 persen, dan belanja non-K/L sebesar Rp1.638,2 triliun, tumbuh 18 persen. Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan ini didorong oleh alokasi anggaran untuk delapan program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Program-program tersebut mencakup ketahanan pangan, ketahanan energi, program makan bergizi gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, pembangunan desa, koperasi, UMKM, pertahanan semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global.
Sebagai contoh, anggaran untuk program makan bergizi gratis saja mengalami kenaikan sebesar Rp330 triliun. Angka ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung program-program strategis yang berdampak langsung pada masyarakat. Oleh karena itu, prioritas anggaran dialihkan ke sektor-sektor tersebut, yang secara tidak langsung menunda pembahasan mengenai rekrutmen dan gaji PNS 2026.
Dinamika Anggaran Transfer ke Daerah dan Pendapatan Negara
Berbeda dengan belanja pemerintah pusat yang tumbuh, anggaran transfer ke daerah (TKD) justru mengalami penurunan sebesar 24,8 persen menjadi Rp650 triliun. Penurunan ini dijelaskan sebagai bagian dari upaya menyelaraskan kebijakan fiskal nasional dan mendorong kemandirian fiskal daerah. Pemerintah berupaya agar daerah memiliki kemampuan lebih untuk mengelola keuangannya sendiri tanpa terlalu bergantung pada transfer pusat.
Sementara itu, pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp3.147,7 triliun, tumbuh 9,8 persen dari perkiraan APBN 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh target penerimaan pajak yang dibidik tumbuh 13,5 persen, mencapai Rp2.357,7 triliun. Penerimaan kepabeanan dan cukai juga ditargetkan tumbuh 7,7 persen menjadi Rp33,43 triliun, sehingga total penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp2.692 triliun, tumbuh 12,8 persen.
Namun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp455 triliun, terkoreksi 4,7 persen dari perkiraan tahun 2025. Koreksi ini disebabkan oleh hilangnya penerimaan dari dividen BUMN yang dialihkan ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Dinamika ini menunjukkan kompleksitas pengelolaan anggaran negara yang harus menyeimbangkan antara penerimaan dan pengeluaran untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.