Fakta Mengejutkan: Satu dari Dua Anak Indonesia Pernah Alami Kekerasan, Menteri Arifah Dorong Penguatan Ketahanan Keluarga
Menteri PPPA Arifah Fauzi menekankan pentingnya penguatan ketahanan keluarga sebagai benteng utama mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Angka kekerasan anak masih tinggi.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui Menteri Arifah Fauzi secara tegas mendorong penguatan ketahanan keluarga. Langkah ini dianggap sebagai pondasi utama dalam upaya mencegah kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Indonesia. Inisiatif ini juga bertujuan untuk memberdayakan kelompok rentan di seluruh lapisan masyarakat.
Dorongan ini disampaikan oleh Menteri Arifah di Jakarta pada Sabtu, 2 Agustus, menyusul data yang mengkhawatirkan. Menurut Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024, satu dari setiap dua anak di Indonesia ternyata pernah mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk.
Untuk mengatasi permasalahan serius ini, KemenPPPA tidak dapat bekerja sendiri. Kolaborasi aktif dari berbagai organisasi masyarakat serta partisipasi publik secara luas sangat diperlukan guna mewujudkan kondisi ideal bagi perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak di Tanah Air.
Urgensi Penguatan Ketahanan Keluarga di Tengah Angka Kekerasan Tinggi
Data terbaru dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 menunjukkan fakta yang memprihatinkan. Angka tersebut mengungkapkan bahwa satu dari dua anak di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan, baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Kondisi ini menyoroti urgensi luar biasa untuk memperkuat fungsi keluarga sebagai unit terkecil masyarakat.
Menteri Arifah Fauzi menegaskan bahwa keluarga merupakan benteng pertama dan utama bagi perlindungan anak serta perempuan. Namun, ketika fondasi keluarga rapuh, misalnya akibat pola asuh yang lemah atau minimnya pengawasan terhadap penggunaan gawai, anak-anak menjadi sangat rentan. Kerentanan ini membuka celah bagi ancaman kekerasan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka secara optimal.
Oleh karena itu, penguatan ketahanan keluarga bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga seluruh elemen masyarakat. Upaya ini harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan, dimulai dari tingkat akar rumput, untuk memastikan setiap anak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Peran Kolaborasi dan Inisiatif Pemerintah dalam Perlindungan Anak
Meskipun KemenPPPA terus berupaya maksimal dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak, Menteri Arifah Fauzi mengakui bahwa pencapaian kondisi ideal memerlukan sinergi dari berbagai pihak. Kolaborasi antar organisasi masyarakat dan partisipasi aktif publik menjadi kunci utama dalam mempercepat penurunan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Organisasi masyarakat, seperti Majelis Alimat Indonesia (MAI), memiliki peran strategis dalam upaya ini. Mereka dapat menjadi garda terdepan dalam menguatkan anak dan perempuan, serta meningkatkan ketahanan keluarga melalui program-program yang menyentuh langsung masyarakat. Peran mereka sangat vital dalam menyebarkan kesadaran dan memberikan edukasi.
Pemerintah sendiri telah meluncurkan berbagai program kolaboratif untuk memperkuat perlindungan anak, pemberdayaan perempuan, dan meningkatkan ketahanan keluarga. Inisiatif seperti Ruang Bersama Indonesia (RBI) merupakan salah satu wujud komitmen ini. Selain itu, penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) terkait Rencana Aksi Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS) oleh enam kementerian/lembaga juga menjadi langkah konkret.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen serius dari pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang aman bagi anak-anak. Dengan dukungan penuh dari masyarakat dan berbagai pihak, diharapkan angka kekerasan dapat terus ditekan, dan setiap keluarga di Indonesia memiliki ketahanan yang kuat.