Fakta Mengejutkan: Wabup Lombok Tengah Edukasi Pelajar SMP, Ungkap Risiko Stunting Akibat Pencegahan Perkawinan Anak
Wakil Bupati Lombok Tengah gencar lakukan sosialisasi pencegahan perkawinan anak di kalangan pelajar SMP, mengungkap dampak serius seperti stunting dan risiko masa depan yang terenggut.

Wakil Bupati Lombok Tengah, HM Nursiah, secara aktif menggelar sosialisasi intensif kepada para pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayahnya. Kegiatan ini bertujuan utama untuk mencegah praktik perkawinan anak yang masih kerap terjadi di daerah tersebut, demi masa depan generasi muda yang lebih cerah.
Sosialisasi yang dilaksanakan di SMPN Praya Timur, Lombok Tengah, pada Sabtu (02/8) ini, menekankan bahaya dan dampak serius dari pernikahan dini. HM Nursiah mengingatkan bahwa masa depan para pelajar masih sangat panjang, dan mereka diharapkan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain edukasi langsung, pemerintah daerah juga mendukung upaya ini dengan membagikan tablet penambah darah kepada remaja putri. Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi komprehensif yang melibatkan pembentukan volunteer dari kalangan generasi muda untuk menyebarkan informasi pencegahan.
Dampak Serius Pernikahan Dini bagi Generasi Muda
Dalam kesempatan sosialisasi tersebut, Wakil Bupati Lombok Tengah HM Nursiah secara tegas menyampaikan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh pernikahan di usia anak. Salah satu konsekuensi paling mengkhawatirkan adalah risiko stunting pada bayi yang dilahirkan, yang dapat menghambat pertumbuhan fisik dan kognitif anak.
Selain stunting, pernikahan dini juga berpotensi menyebabkan masalah kesehatan serius lainnya. Risiko keguguran, kematian pada ibu dan bayi, serta kerentanan terhadap anemia pada remaja putri menjadi perhatian utama. Kondisi ini secara langsung mengancam kesehatan reproduksi dan kelangsungan hidup ibu serta anak.
Lebih lanjut, pernikahan di usia dini juga sangat merusak prospek masa depan para pelajar. Mereka kehilangan kesempatan untuk mengejar pendidikan tinggi, mengembangkan karier, dan mencapai kemandirian ekonomi. Padahal, dengan pendidikan yang memadai, mereka berpotensi menjadi sarjana, pengusaha, dokter, anggota Polri/TNI, atau Pegawai Negeri Sipil.
Data dari dinas terkait di Lombok Tengah menunjukkan fakta yang memprihatinkan, di mana sekitar 1.995 wanita saat ini hamil di usia di bawah 19 tahun setelah melakukan pernikahan. Angka ini mengindikasikan bahwa banyak pernikahan yang terjadi tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang menetapkan usia minimal 19 tahun untuk menikah, meskipun secara agama mungkin dianggap sah.
Peran Pemerintah dan Komunitas dalam Pencegahan
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan komitmen kuat dalam upaya pencegahan perkawinan anak. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah pembentukan volunteer atau duta pencegahan perkawinan anak yang melibatkan generasi muda secara langsung. Pelibatan remaja ini diharapkan dapat membuat pesan sosialisasi lebih mudah diterima oleh teman sebaya mereka.
Para volunteer ini akan aktif melakukan sosialisasi ke berbagai sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA, di seluruh Lombok Tengah. Sekretaris Daerah Lombok Tengah, Lalu Firman Wijaya, menyatakan bahwa pendekatan ini dipilih agar informasi pencegahan dapat disampaikan secara lebih efektif dan menjadi bagian dari percakapan sehari-hari di kalangan pelajar.
Selain program volunteer, pemerintah daerah juga gencar membagikan tablet penambah darah kepada remaja putri. Inisiatif ini bertujuan untuk mencegah anemia atau kekurangan darah, yang merupakan salah satu faktor risiko kesehatan yang dapat memperburuk dampak pernikahan dini. Kesehatan remaja putri menjadi prioritas dalam upaya perlindungan anak.
Komitmen pemerintah daerah dalam pencegahan perkawinan anak ini sejalan dengan visi untuk mencetak generasi muda berkualitas. Langkah-langkah ini diharapkan dapat berkontribusi pada terwujudnya Indonesia Emas 2045, dengan memastikan setiap anak memiliki kesempatan penuh untuk tumbuh, berkembang, dan berkontribusi secara optimal bagi bangsa.