Fakta Sidang: Dua Pria Dituntut Total 170 Kali Hukuman Cambuk Liwath di Banda Aceh
Jaksa menuntut dua terdakwa dengan total 170 kali Hukuman Cambuk Liwath di Banda Aceh. Simak detail kasus hubungan sejenis yang terjadi di toilet umum ini.

Dua terdakwa kasus jarimah liwath atau hubungan sejenis di Banda Aceh menghadapi tuntutan berat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka dituntut dengan total 170 kali hukuman cambuk, sebuah putusan yang menarik perhatian publik. Sidang tuntutan ini berlangsung di Mahkamah Syariah Banda Aceh, menandai kelanjutan proses hukum terhadap pelanggaran syariat Islam di wilayah tersebut.
JPU Alfian membacakan tuntutan tersebut dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Rokhmadi pada Senin, 28 Juli. Kedua terdakwa, yang diidentifikasi dengan inisial QH dan RA, masing-masing dituntut hukuman cambuk sebanyak 85 kali. Tuntutan ini mencerminkan seriusnya pelanggaran yang dituduhkan kepada keduanya.
Tuntutan terhadap QH dan RA didasarkan pada Pasal 63 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Pasal ini secara spesifik mengatur tentang jarimah liwath, yakni perbuatan hubungan sesama jenis. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan penerapan hukum syariat yang berlaku di Provinsi Aceh.
Kronologi Penangkapan dan Perbuatan Jarimah Liwath
Perkara ini bermula ketika terdakwa RA menggunakan aplikasi kencan daring pada 16 April 2025, saat berada di Taman Bustanussalatin Banda Aceh. Melalui aplikasi tersebut, RA kemudian mengajak terdakwa QH untuk berkenalan. Pertemuan maya ini berujung pada janji untuk bertemu secara langsung.
Setelah perkenalan singkat, terdakwa RA mengajak QH untuk melakukan jarimah liwath. Perbuatan terlarang tersebut dilakukan oleh kedua terdakwa di dalam toilet umum yang berlokasi di taman pusat kota Banda Aceh. Lokasi publik ini menambah dimensi pada kasus yang sedang disidangkan.
Usai melakukan perbuatan tersebut, kedua terdakwa keluar dari toilet. Pada saat itulah, personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh melakukan penangkapan. Keduanya segera dibawa ke kantor Satpol PP dan Wilayatul Hisbah untuk menjalani proses hukum lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Aceh.
Dasar Hukum dan Tahapan Persidangan
Tuntutan yang diajukan oleh JPU secara tegas merujuk pada Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014. Qanun ini merupakan landasan hukum syariat Islam yang diterapkan di Aceh, memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran seperti jarimah liwath. Penerapan qanun ini menunjukkan komitmen Aceh dalam menjalankan otonomi khusus berdasarkan syariat.
Persidangan yang berlangsung di Mahkamah Syariah Banda Aceh ini menjadi forum bagi JPU untuk memaparkan bukti-bukti dan argumen hukum. JPU Alfian, dalam pembacaan tuntutannya, menekankan bahwa perbuatan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan yang ada. Mahkamah Syariah memiliki yurisdiksi khusus untuk mengadili perkara-perkara syariat di Aceh.
Setelah pembacaan tuntutan, majelis hakim yang diketuai oleh Rokhmadi memutuskan untuk melanjutkan persidangan. Agenda berikutnya adalah mendengarkan nota pembelaan atau pledoi dari kedua terdakwa. Tahap ini memberikan kesempatan bagi QH dan RA untuk menyampaikan sanggahan atau pembelaan mereka terhadap tuntutan yang telah diajukan oleh JPU.
Proses hukum ini akan terus berjalan hingga majelis hakim menjatuhkan putusan akhir. Kasus ini tidak hanya menyoroti penerapan hukum syariat, tetapi juga menjadi pengingat akan konsekuensi hukum bagi pelanggaran norma agama di Aceh. Publik diharapkan untuk terus memantau perkembangan kasus ini hingga keputusan final ditetapkan.