Tuntutan 100 Cambukan untuk Kasus Liwath di Banda Aceh
Dua mahasiswa di Banda Aceh dituntut hukuman maksimal 100 cambukan oleh JPU Kejari Banda Aceh atas kasus liwath, dengan sidang tertutup sesuai Qanun Aceh dan KUHAP.
![Tuntutan 100 Cambukan untuk Kasus Liwath di Banda Aceh](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/220205.344-tuntutan-100-cambukan-untuk-kasus-liwath-di-banda-aceh-1.jpg)
Banda Aceh, 3 Februari 2025 - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh menuntut dua mahasiswa dengan hukuman maksimal 100 cambukan atas kasus jarimah liwath atau hubungan sesama jenis. Sidang yang digelar di Mahkamah Syariah Banda Aceh pada Senin lalu, berlangsung tertutup. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Luthfan Al Kamil membenarkan tuntutan tersebut, namun menolak merinci detail hukuman karena ketentuan hukum yang berlaku.
Kedua terdakwa, berinisial AP dan DA, ditangkap warga pada 7 November 2024 di sebuah kamar kos di Kecamatan Syiah Kuala dalam kondisi tanpa busana. Kasus ini menyita perhatian publik karena hukuman yang dijatuhkan berdasarkan Qanun Aceh. JPU Luthfan menjelaskan bahwa tuntutan tersebut berdasarkan Pasal 63 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat. Ancaman hukumannya memang berat; 100 kali cambukan, 100 gram emas murni, atau 100 bulan penjara.
Alasan sidang tertutup, menurut JPU, sesuai dengan Pasal 149 Ayat (4) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang hukum acara jinayat dan Pasal 153 Ayat (3) KUHAP. Aturan ini melindungi privasi korban dan terdakwa dalam kasus asusila. Meskipun tuntutan sudah dibacakan, detailnya tetap dirahasiakan demi menjaga etika persidangan dan menghormati proses hukum yang berjalan.
Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin, 10 Februari 2025. Pada persidangan tersebut, kedua terdakwa akan menyampaikan pledoi atau pembelaan mereka. Publik menantikan kelanjutan proses hukum ini, khususnya bagaimana majelis hakim akan mempertimbangkan tuntutan JPU dan pembelaan kedua terdakwa.
Kasus ini kembali menjadi sorotan terkait penerapan Qanun Jinayat di Aceh. Hukuman cambuk yang tergolong berat memicu berbagai pendapat di masyarakat. Perdebatan mengenai seberapa efektif hukuman ini dan seberapa sejalan dengan hak-hak asasi manusia masih terus berlangsung.
Baik AP dan DA, merupakan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Banda Aceh. Penangkapan mereka menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa dan masyarakat luas, menimbulkan berbagai tanggapan dan pertanyaan tentang implementasi Qanun Jinayat dan dampaknya terhadap kehidupan sosial.
Proses hukum ini menjadi studi kasus penting dalam konteks hukum dan hak asasi manusia di Aceh. Kita harus menunggu keputusan majelis hakim untuk melihat bagaimana kasus ini akan berakhir dan implikasinya terhadap penegakan hukum di masa depan.