FAO UN dan APS Latih Warga Papua Olah Sagu, Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Adat
FAO UN bersama Analis Papua Strategi (APS) telah memberdayakan masyarakat adat Kampung Yoboi, Papua, melalui pelatihan pengolahan sagu untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO UN) Perwakilan Indonesia dan Timor Leste, berkolaborasi dengan Analis Papua Strategi (APS), telah melatih 30 warga di Kampung Yoboi, Kabupaten Jayapura, Papua, dalam pengolahan sagu. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat adat setempat. Inisiatif ini diluncurkan di Sentani pada Sabtu, 2 Maret 2024.
Rajendra Aryal, FAO UN Perwakilan Indonesia dan Timor Leste, menjelaskan bahwa dengan penerapan teknologi tepat guna dan akses pasar yang memadai, masyarakat adat dapat berperan aktif dan memperoleh keuntungan ekonomi dari rantai nilai sagu. Menurutnya, "Masyarakat adat dapat meningkatkan kesadaran tentang pengolahan sagu berkelanjutan yang dapat berkontribusi pada ketahanan dan diversifikasi pangan serta ketahanan ekonomi bagi komunitas lainnya."
Program ini tidak hanya berfokus pada pelatihan teknis, tetapi juga pada aspek pemasaran dan keberlanjutan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa peningkatan keterampilan yang diperoleh masyarakat adat dapat diterjemahkan ke dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan jangka panjang.
Pemanfaatan Sagu: Dari Makanan Pokok Menjadi Komoditas Unggulan
Elvyrisma Nainggolan, Ketua Kelompok Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, menekankan pentingnya sagu sebagai makanan pokok yang telah diwariskan secara turun-temurun dan memiliki nilai sakral bagi banyak masyarakat adat di Papua. Ia menambahkan, "Sagu juga telah dipertimbangkan sebagai sumber karbohidrat alternatif untuk turut memastikan ketahanan dan keanekaragaman pangan."
Lebih lanjut, Elvyrisma menjelaskan pentingnya pemberdayaan kelompok kampung penghasil sagu agar mampu mengolah sagu menjadi produk turunan yang lebih beragam, seperti tepung, kue, dan mie. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis sagu dan membuka peluang pasar yang lebih luas.
Sebagai bagian dari upaya promosi, FAO UN, masyarakat adat Yoboi, Simporo, dan Babrongko (YOSIBA), serta APS, menyelenggarakan Festival Sagu pertama di Kabupaten Jayapura. Festival ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk memamerkan produk olahan sagu dan menarik minat pasar yang lebih besar.
Festival Sagu: Pentas Produk Olahan dan Potensi Lokal
Dalam festival tersebut, perempuan dan anggota masyarakat adat Yoboi menampilkan berbagai hidangan berbasis sagu, termasuk mie sagu, beras analog, dan tepung sagu. Kegiatan ini bertujuan untuk mempromosikan potensi unggulan daerah dan meningkatkan daya saing produk lokal.
Elvyrisma berharap, "Harapan kami, melalui festival ini hasil olahan produk turunan sagu masyarakat adat Kampung Yoboi dapat dipromosikan dan bisa dijangkau pasaran yang lebih luas." Festival ini menjadi bukti nyata dari kolaborasi yang efektif antara lembaga internasional, pemerintah, dan masyarakat adat dalam mengembangkan potensi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan program ini diharapkan dapat menjadi model bagi pengembangan ekonomi berbasis sumber daya lokal di daerah lain di Indonesia. Pengolahan sagu yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan pasar dapat menjadi kunci dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat adat dan mengurangi kemiskinan.
Inisiatif ini juga menunjukkan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi lokal. Peran aktif perempuan dalam pengolahan dan pemasaran sagu menjadi bukti kontribusi mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan komunitas.